Kapitalisasi Pasar BEI Tembus Rp 9.508 Triliun, Ini Pemicunya



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat kapitalisasi pasar atau market cap Indonesia sebesar Rp 9.508 triliun per Senin (19/6). Sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah hari ini 0,19% ke 6.686,05.

Sementara secara year to date (ytd) IHSG turun 2,40% dan secara year on year (yoy) IHSG telah turun 4,99%.

Sebagai informasi, 10 bursa saham yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar di dunia yaitu dari Bursa Efek New York (NYSE), Amerika Serikat sebesar US$ 22,77 triliun, NASDAQ, Amerika Serikat sebesar US$ 16,24 triliun, Bursa Efek Shanghai (SSE), Tiongkok sebesar US$ 6,74 triliun, EURONEXT, Eropa sebesar US$ 6,06 triliun dan Bursa Efek Jepang (JPX) sebesar US$ 5,38 triliun.


Baca Juga: IHSG Ditutup Melemah Pada Senin (19/6), Begini Proyeksinya untuk Selasa (20/6)

Kemudian, Bursa Efek Shenzhen (SZSE), Tiongkok sebesar US$ 4,7 triliun, Bursa Efek Honk Kong (SEHK) sebesar US$ 4,56 triliun, Bursa Efek Nasional (NSE), India sebesar US$ 3,34 triliun dan Grup LSE, Inggris dan Italia sebesar US$ 3,10 triliun, dan Bursa Efek Saudi, Arab Saudi sebesar US$ 2,38 triliun.

Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menyampaikan market cap suatu negara atau bursa saham dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun faktor utamanya berasal dari ukuran ekonomi yaitu dari nilai Gross Domestic Product (GDP). 

"Bahwa GDP terbesar adalah Amerika Serikat, China dan Euro Area sehingga tidak mengherankan jika market cap di ketiga Negara tersebut akan cenderung lebih besar," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (19/6).

Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham ASSA, SMRA, GULA, dan MEDC untuk Perdagangan Senin (19/6)

Selain itu, faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu tingkat kepercayaan investor terhadap prospek dan stabilitas ekonomi suatu Negara, investor akan cenderung menyukai investasi yang aman dan memiliki prospek pertumbuhan yang tinggi. 

Menurut Pandhu pasar saham di Indonesia saat ini masih dianggap kurang aman mengingat regulasi pemerintah yang rawan berubah terkait rotasi politik yang terjadi serta faktor likuiditas yang menjadi pertimbangan.

Editor: Noverius Laoli