Karena corona, ribuan warga Italia meninggal di rumah akibat kurangnya tenaga medis



KONTAN.CO.ID - MILAN. Silvia Bertuletti harus menelepon hingga 11 hari untuk membujuk seorang dokter untuk mengunjungi ayahnya yang berusia 78 tahun, Alessandro, yang mengalami demam dan kesulitan bernafas.

Alessandro Bertuletti akhirnya dinyatakan meninggal pada 19 Maret pukul 1:10 pagi, 10 menit sebelum ambulans yang dipanggil beberapa jam sebelumnya tiba. Satu-satunya obat yang ia minum, yang diresepkan melalui sambungan telepon, adalah obat penghilang rasa sakit ringan dan antibiotik.

Baca Juga: Trump larang ekspor masker, pemerintah Kanada galau di tengah hubungan dengan China


"Ayah saya dibiarkan mati sendirian, di rumah, tanpa bantuan. Kami ditinggalkan begitu saja. Tidak ada yang layak mendapatkan perlakukan seperti itu," kata Silvia kepada Reuters.

Jumlah kematian yang dikonfirmasi akibat corona di Italia mencapai 15.362 pada hari Sabtu waktu setempat atau hampir sepertiga dari total angka kematian global. Tetapi ada bukti yang berkembang bahwa jumlah ini sangat jauh dari total sebenarnya karena begitu banyak orang yang sekarat di rumahnya masing-masing.

Sebuah studi oleh surat kabar lokal L'Eco di Bergamo dan konsultan penelitian InTwig, menggunakan data yang disediakan oleh kota setempat, memperkirakan bahwa 5.400 orang meninggal di provinsi Bergamo selama bulan Maret, atau enam kali lebih banyak dari jumlah kematian setahun yang lalu.

Dari jumlah tersebut, diperkirakan bahwa sebanyak 4.500 orang menyerah pada coronavirus alias lebih dari dua kali lipat jumlah data resmi.  Studi ini menyebut data tersebut memperhitungkan 600 orang yang meninggal di panti jompo dan bukti yang diberikan oleh dokter.

Baca Juga: China murka usai Taiwan tawarkan bantuan masker ke negara lain, kenapa?

Pietro Zucchelli, direktur rumah duka Zucchelli yang melayani beberapa desa di Lembah Seriana di sekitar Bergamo, mengatakan selama dua minggu terakhir lebih dari 50% pekerjaannya adalah mengumpulkan mayat dari rumah-rumah penduduk.

Sebelumnya, sebagian besar yang mati berada di rumah sakit atau panti jompo.

Editor: Tendi Mahadi