Kata Faisal Basri dan Azyumardi Azra Soal IKN Baru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan Ibu Kota Negara (IKN) terus ramai menjadi bahan perbincangan baik di forum formal maupun informal, terutama setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN dalam Rapat Paripurna pada Selasa (18/1), menjadi Undang-Undang (UU).

Pemindahan IKN dinilai kurang elok untuk dilaksanakan saat ini, terutama karena kondisi ekonomi Indonesia yang masih dalam proses pemulihan.

Ekonom Faisal Basri menilai bahwa lebih baik untuk selesaikan dahulu keadaan darurat Covid-19. “IKN jangan diutak-atik, selesaikan dulu keadaan darurat, ini yang terpenting,” ujarnya dalam diskusi Pengesahan RUU IKN Untuk Siapa?, Jumat (21/1).


Hal tersebut menurutnya karena ada 134 juta atau 52,8% rakyat Indonesia yang masih tidak aman atau insecure, mereka miskin absolut, nyaris miskin, dan rentan miskin. Tingkat pengangguran saat ini meningkat, yang diiringi dengan menurunnya kualitas pekerja.

Baca Juga: Proses Pembangunan IKN Jadi Peluang Bagi Pengusaha Dalam Negeri

“Orang miskin meningkat karena Covid-19, pengangguran meningkat diiringi dengan menurunnya kualitas pekerja. Jadi yang berkurang adalah pekerja tetap, buruh. Yang meningkat adalah pekerja keluarga, pekerja sendiri, dan sebagainya, ini harus kita pulihkan,” imbuhnya.

Ada juga masalah learning loss yang karena tidak pernah bertemu dengan gurunya dan tidak punya kemewahan untuk menggunakan zoom, orang yang mengalami gangguan kejiwaan karena Covid-19, dan persoalan mengenai climate change.

“Artinya pembangunan ini untuk pembangunan rakyat dulu, sehingga ibu kota urusan yang bisa ditunda, setidaknya 5 tahun,” jelasnya.

Proses Legislasi Terburu-Buru

Selain itu, pembahasan mengenai IKN ini masih dinilai sebagai salah satu proses yang tidak dilakukan dengan baik, salah satunya karena publik dinilai tidak dilibatkan secara penuh pada penyusunan Undang-Undang (UU) IKN dan juga pembuatannya dinilai tergesa-gesa.

Proses pembahasan UU IKN hanya berlangsung dalam satu minggu sebelum masa reses di masa sidang tahun lalu, dan satu minggu setelah masa reses di masa sidang saat ini.

Editor: Yudho Winarto