Keberlangsungan UKM mainan di Indonesia terancam SNI mainan impor



KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mainan Indonesia merespons negatif Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2021 yang dikeluarkan pada Februari lalu. 

Beleid tersebut merupakan turunan dari UU Omnibus Law yang mengatur pelaksanaan pengajuan SNI bagi mainan impor. Mereka bilang, peraturannya sangat memberatkan para pengusaha di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

Asosasi Mainan Indonesia (AMI) dalam keterangan resminya menyebut, aturan tersebut berlaku tanpa adanya masa transisi dan sosialisasi, sehingga lembaga sertifikasi sebagai pelaku pelaksana dan para pengusaha mengaku tidak siap, karena dapat berakibat kepada penghentian impor mainan dalam kurun waktu 1-3 bulan ke depan.


“Hal ini yang akan mengancam keberlangsungan usaha para UKM mainan di seluruh Indonesia yang diperkirakan ada lebih dari 10.000 UKM dan lebih dari 50.000 karyawan yang bisa terancam bangkrut dan di PHK,” kata AMI dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Rabu (19/5).

Baca Juga: Sucofindo targetkan pendapatan Rp 2,8 triliun pada tahun ini

Ada sembilan poin yang dirasa memberatkan dalam aturan baru pengajuan SNI mainan impor tersebut. Pertama, pengambil contoh mainan yang biasanya memakai tenaga kerja yang berada di negara asal, sekarang harus dari tenaga kerja Indonesia. Kondisi tersebut sangat menyulitkan para pelaku usaha di tengah kondisi pandemi seperti saat ini.

“Dalam kondisi pandemi untuk mendapatkan Visa itu sangat sulit karena banyak persyaratannya. Juga harus ada masa karantina bagi orang Indonesia yang pergi ke China hingga 21 hari, ini mengakibatkan beban biaya yang berat untuk para pengusaha,” lanjutnya.

Kedua, Lembaga Sertifikasi telah mendapatkan surat peringatan agar tidak melakukan sertifikasi memakai tenaga asing pada awal Mei lalu. Padahal dalam peraturan yang ada, tertulis masih dalam masa transisi hingga Februari 2022, hal ini membingungkan mereka karena tidak ada konsistensi antara peraturan dan pelaksanaan di lapangan.

Ketiga, peraturan yang diterapkan terlalu mendadak, sehingga para pengusaha yang sudah terlanjut melakukan pemesanan barang, tidak bisa mengimpor barang tersebut. Hal itu karena semua Lembaga Sertifikasi tidak bisa menerima pengajuan permohonan SNI sebagai syarat izin impor untuk produk mainan.

Baca Juga: Kuasai 34% pangsa pasar jasa TIC, begini strategi Sucofindo di tahun ini

“Karena Lembaga Sertifikasi belum mempersiapkan para pengambil contoh untuk memenuhi syarat pengajuan Visa khususnya untuk ke negara Tiongkok,” lanjut AMI.

Editor: Noverius Laoli