Kehadiran industri kelapa sawit berhasil tekan kemiskinan di Indonesia



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui peranan kelapa sawit untuk menekan angka kemiskinan dan meningkatkan  kesejahteraan petani sawit. Selain itu, kelapa sawit menunjukkan kontribusinya bagi pemenuhan pangan di dalam negeri bahkan dunia.

Berdasarkan riset Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), perkebunan kelapa sawit mampu membangun daerah miskin dan terbelakang untuk menjadi sentra perekonomian baru. Sentra ekonomi baru ini tersebar di Aceh, Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Papua dan Papua Barat. 

“Kelapa sawit membantu dunia dalam Sustainable Development Goals (SDG) di bidang mengatasi persoalan kemiskinan,” ujar Direktur Eksekutif Palm  Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung. 


Hal ini diungkapkannya dalam Diskusi Webinar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) yang bertemakan "Peranan Kelapa Sawit Dalam Pengentasan Kemiskinan Dan Mewujudkan Gratieks”, Rabu (31 Maret 2021). Pembicara lain yang hadir antara lain Heru Tri Widarto (Direktur Tanaman Tahunan dan Tanaman Penyegar Kementerian Pertanian RI) dan Dr. Bedjo Santoso (Pengamat Kehutanan). 

Baca Juga: Multi Agro Gemilang Plantation (MAGP) bidik utilisasi PKS di atas 70% pada tahun ini

Dikatakan Tungkot, tiga jalur industri minyak sawit menolong kemiskinan dunia. Pertama, jalur produksi melalui sentra perkebunan sawit. Kedua, jalur hilirisasi di negara importir minyak sawit. Ketiga adalah jalur konsumsi minyak sawit. 

Setelah era bisnis HPH (Hak Pengusahaan Hutan) berakhir, muncul kota mati atau kota hantu karena ekonomi tidak bergerak. Imbasnya, masyarakat setempat menjadi miskin. 

“Di sinilah, peranan kebun sawit rakyat yang merestorasi lahan eks HPH menjadi daerah produktif dan lestari secara lingkungan. Selain itu, perekonomian mulai bergerak dengan hadirnya perkebunan sawit,” jelas Tungkot. 

Dari aspek ekonomi, terjadi nilai transaksi antara masyarakat kebun sawit dengan ekonomi di pedesaan dan perkotaan. Nilai transaksi masyarakat kebun sawit dengan masyarakat perkotaan sebesar Rp 202,1 triliun per tahun dan masyarakat kebun sawit dengan ekonomi pedesaaan sebesar Rp 59,8 triliun per tahun. 

Pertumbuhan perkebunan sawit di setiap daerah berkontribusi menurunkan kemiskinan. Kondisi serupa dialami oleh Malaysia, Thailand, Papua Nugini. 

“Jadi, di mana ada perkebunan sawit di situ kemiskinan turun karena ada tenaga kerja yang masuk ke sana. Tumbuh pusat pusat pertumbuhan ekonomi baru,”ucap dia.

Begitu pula di luar negeri, ada kesempatan kerja yang tercipta di industri hilir negara importir sawit. Penciptaan lapangan kerja mencapai 2,73 juta orang di negara tujuan sawit. Dari sisi income generating sebesar Rp 38 triliun untuk program hilirisasi minyak sawit di negara importir.  

“Kita (Indonesia) negara eksportir mampu meningkatkan kinerja sawit. Begitu pula di negara importir kesempatan kerja meningkat. Itu terjadi di India meningkat, China dan Uni Eropa,” ujarnya.

Baca Juga: Pendapatan Sawit Sumbermas (SSMS) meningkat 22,4%, laba bersih melesat ribuan persen

“Sebenarnya UE (Uni Eropa) pura-pura saja menolak sawit. Sebab jika mereka tetap begitu hilang kesempatan kerja di sana, dan pendapatan turun,”papar Tungkot

Pengamat Kehutanan, Bedjo Santoso mengungkapkan industri kelapa sawit mampu menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja. Rinciannya, 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung. Devisa kelapa sawit tahun 2018 sebesar 240 trilliun rupiah. Kelapa sawit mampu menjadi tulang punggung  perekonomian nasional.

Editor: Noverius Laoli