Kelas Menengah Turun Kelas, Indonesia Bisa Susah Keluar dari Midle Income Trap



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah kelas menengah yang terus mengalami penurunan harus menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah. Pasalnya, kelas menengah mempunyai peran penting dalam mendorong perekonomian Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk kelas menengah selama lima tahun terakhir turun dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 53,83 juta pada 2021.

Selanjutnya, jumlah masyarakat kelas menengah juga tercatat kembali turun pada 2022 menjadi 49,51 juta, turun pada 2023 menjadi 48,27 juta dan pada 2024 turun menjadi 47,85 juta.


Baca Juga: Masyarakat Kelas Menengah Indonesia Turun, Penerimaan Negara Bisa Tergerus

Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi mengatakan bahwa saat ini kelas menengah sedang berjuang. Bahkan berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2023 ini memberikan gambaran yang justru memprihatinkan.

Fithra menyebut, terdapat peningkatan 13,4% jumlah tunggakan pinjaman di antara peminjam berusia 17 tahun hingga 34 tahun, melampaui batas tunggakan 30 hari. Lonjakan ini cukup signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2021, ketika tingkat tunggakan di antara kelompok usia ini mencapai 8,1%.

"Lonjakan ini berarti bahwa saat ini, rata-rata 1,5 juta peminjam berusia di bawah 35 tahun sedang berjuang melawan tunggakan pinjaman online (pinjol), yang merupakan 57% dari seluruh peminjam yang menunggak," ujar Fithra kepada Kontan.co.id, Minggu (1/9).

Baca Juga: Masyarakat Kelas Menengah Banyak Turun Kasta, Emiten Ritel Kena Imbasnya?

Menurutnya, ketidakseimbangan antara jumlah pinjaman dan pendapatan ini telah menempatkan kelas menengah di usia produktif dalam posisi keuangan yang genting.

Dari perspektif makro, hal ini akan menimbulkan efek konsumsi yang tertinggal antar waktu, sehingga menghambat kemampuan kelas menengah untuk mempertahankan konsumsi di masa depan dan dengan demikian menghambat pertumbuhan ekonomi di masa depan.

Faisal juga menyebut, kelas menengah telah terabaikan selama lima tahun terakhir. Pengabaian ini terjadi karena kebijakan pemerintah terlalu fokus pada kelompok 20% terbawah dan 10% teratas dalam hal pendapatan.

Editor: Noverius Laoli