KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Skema Sertifikasi Nasional Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP P1) Pendidikan Tinggi Vokasi (PTV) antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) khususnya Ditjen Pendidikan Vokasi, Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan dunia industri resmi diteken. Sebanyak 149 skema sertifikasi nasional disepakati meliputi bidang konstruksi, hospitality, peresminan, ekonomi kreatif dan care service. Untuk memenuhi kebutuhan industri dan dapat digunakan oleh seluruh perguruan tinggi vokasi skema sertifikasi kompetensi disusun secara nasional dengan melibatkan industri asosiasi profesi dan pemangku kepentingan lainnya.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbud Wikan Sakarinto menuturkan, link and match sudah disepakati menjadi strategi besar untuk pendidikan vokasi agar maju bersama industri dan dunia kerja. Wikan menambahkan, pihaknya merancang delapan aspek link and match.
Baca Juga: Kemendikbud dan BNSP Tandatangani 149 Skema Sertifikasi bagi Mahasiswa Vokasi Diantaranya ialah kurikulum harus dibuat bersama dengan industri dan harus disepakati dengan industri. Kemudian kurikulumnya akan dibuat kurikulum standar pendidikan tinggi vokasi yang baru yang menjawab kebutuhan industri yaitu soft competency. "Kita dulu terlalu kejebak di hard kompetensi jadi vokasi tuh kayak bikin tukang terus. Jadi nggak lengkap," jelasnya dalam Webinar Kemendikbud pada Kamis (25/3). Kemudian, perlu adanya pembelajaran berbasis project untuk setiap mata kuliah di perguruan tinggi. Selain itu terdapat aspek dimana minimal dosen tamu dari industri mengajar 50 jam per semester per program studi (prodi). Selanjutnya adanya magang minimal 1 semester dan sertifikasi kompetensi bagi lulusan dan dosen yang diakui industri. Dengan adanya kesepakatan sertifikasi nasional LSP P1, Wikan menekankan baik Politeknik, Sekolah Vokasi di Universitas, Fakultas Vokasi di Universitas kurikulumnya harus mengacu pada skema sertifikasi ini. "Cara ajarinya, sikap, attitude, hard skill, soft skill, jangan kampus bikin kurikulum sendiri yang ngga relevan dengan uji kompetensi sertifikasi ini. Ini ada 149 skema dan 62 LPS terlibat dari perguruan tinggi di Indonesia saat buat ini," imbuhnya.
Ketua BNSP Kunjung Masehat mengatakan, selama ini pembandingan lulusan sulit dilakukan. Hal tersebut lantaran adanya perbedaan skema kompetensi antara satu sekolah tinggi satu dengan lainnya. Dengan adanya kesepakatan skema sertifikasi nasional yang melibatkan industri menjadi satu langkah yang tepat jadi jalan keluar siapkan SDM siap pakai.
Baca Juga: Ini tahapan dan jadwal daftar ulang calon mahasiswa ITB jalur SNMPTN 2021 "Misal kita lihat di bidang pariwisata, antara sekolah tinggi pariwisata yang terkenal ambil di Bali kemudian di Yogya dengan satu sekolah yang sama satu skema food and beverage sudah berbeda. Kesepakatan ini yang dibuat oleh orang yang membutuhkan [industri] maka skema ini cocok," ungkap Kunjung. Corporate Communcation & CSR Manager PT Trakindo, Candy Sihombing menceritakan bahwa, pihaknya sudah melakukan link and match dengan dunia pendidikan sudah sejak 25 tahun lalu. Link and match yang dilakukan ialah bagaimana para pelajar atau mahasiswa ketika lulus sudah siap kerja dan langsung dapat terjun ke dalam pekerjaan di industri.
Editor: Noverius Laoli