Kemenkeu ungkap tantangan paling berat dalam menyaluran bansos



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Analis Kebijakan Muda Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ali Moechtar mengatakan, tantangan paling berat dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) adalah melakukan validasi data penerima manfaat.

Menurut Ali, tantangan paling berat di penyaluran bansos itu adalah data penerima manfaat yang mana selama ini kita menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang itu mencakup 40% penduduk Indonesia dengan tingkat pengeluaran terbawah.

Baca Juga: Kemenkeu optimistis penyerapan bansos sampai Desember 2020 capai 95%


"Di dalam implementasinya, DTKS ini ada tantangan sendiri kalau dicek one by one itu ada yang masuk DTKS, padahal seharusnya dia tidak tidak pantas menerima bansos karena mungkin dia sudah di atas 40%," ujar Ali di dalam diskusi virtual, Kamis (23/7).

Ali menjelaskan, ketidaksinkronan data ini dikarenakan pengumpulan data di dalam DTKS bukan dilakukan melalui survei, tetapi melalui sensus untuk menentukan 40% penduduk dengan tingkat penghasilan terbawah.

Ali bilang, survei ini terakhir dilakukan pada 2015 oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Baca Juga: Belanja penanganan Covid-19 di bidang perlindungan sosial capai Rp 74,54 triliun

Sementara itu, di dalam periode tahun 2015 sampai dengan saat ini, proses update yang dilakukan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) dengan melakukan verifikasi dan validasi (verivali) data dari tingkat bawah seperti kelurahan, ke tingkat atas dalam hal ini Kemensos.

Meskipun DTKS selalu mengalami updating, tetapi inclusion error dan exclusion error tidak akan terhindarkan.

Editor: Noverius Laoli