Kemenkop UKM, OJK, Bareskrim gandengan berantas investasi Ilegal berkedok koperasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koperasi dan UKM terus memperkuat pengawasan terhadap koperasi. Deputi Bidang Pengawasan Kemkop UKM Ahmad Zabadi menyatakan telah menyusun empat langkah penguatan tersebut guna memerangi Investasi Ilegal Berkedok Koperasi.

Pertama, dukungan regulasi, berupa RUU Perkoperasian dan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law). Kemkop UKM telah mengusulan penambahan rumusan RUU Cipta Kerja yaitu pengaturan sistem pengawasan koperasi, penetapan lembaga penjamin simpanan anggota koperasi, dan penetapan adanya sanksi pidana dan denda.

"Kedua, pelaksanaan pengawasan dengan standar yang sama, terintegrasi, dan digitalisasi, melalui regrouping eksisting regulasi terkait kelembagaan dan usaha koperasi berbasis potensi risiko Buku I, II, III, IV, Good Corporate Governance, dan kinerja," papar Zabadi dalam keterangan tertulis pada Selasa (21/7).


Baca Juga: Juni 2020, Satgas Waspada Investasi menutup 105 fintech ilegal dan bekukan 99 entitas

Ketiga, percepatan pengisian jabatan fungsional pengawas koperasi provinsi/ kabupaten maupun kota. Keempat, penguatan kerja sama dengan otoritas pengawas lain seperti Ombudsman, Bank Indonesia (BI), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan POLRI.

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L. Tobing bulang terdapat 158 fintech yang telah terdaftar di OJK. Semuanya tidak ada yang berbadan hukum koperasi, sehingga apabila terdapat koperasi yang melakukan fintech, maka hal tersebut adalah ilegal.

“Jumlah lembaga keuangan ilegal berbasis digital mengalami tren perkembangan, dengan perkiraan total kerugian masyarakat dari tahun 2009 hingga 2019 mencapai angka Rp 92 Triliun. Kerugian masyarakat tersebut tidak di-cover oleh aset yang disita dalam rangka pengembalian dana masyarakat,” papar Tongam.

Ia menyebut maraknya investasi ilegal disebabkan banyaknya permintaan masyarakat akan jasa keuangan yang diikuti dengan rendahnya pengetahuan masyarakat akan investasi illegal.

Juga penawaran bunga tinggi, dan penggunaan tokoh agama, tokoh masyarakat serta selebriti sebagai media propaganda agar masyarakat bergabung dalam investasi tersebut.

Editor: Yudho Winarto