Kementerian ESDM butuh sosok menteri yang tegas dan ramah terhadap investor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seusai pelantikan Joko Widodo dan K.H. Maaruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024, publik terus bertanya siapa saja yang akan mengisi kursi menteri pada Kabinet Kerja Jilid II.

Sosok menteri baru di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) termasuk yang paling dinanti. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi ESDM Djoko Siswanto mengungkapkan, dibutuhkan sosok yang tegas. "Ke depan harus yang tegas, kita pasti nurut semua," terang Djoko di Jakarta Senin (21/10).

Di sisi lain, Praktisi Hulu Migas Tumbur Parlindungan menjelaskan sektor ESDM khususnya migas membutuhkan sosok menteri yang ramah terhadap investor. "Ramah terhadap investor dan tidak mencampuri urusan bisnis," terang Tumbur dalam kesempatan yang sama.


Baca Juga: Berikut sederet pekerjaan rumah untuk Menteri ESDM baru di sektor minerba

Tumbur menambahkan, sosok menteri tersebut dapat mendorong iklim investasi. Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM memiliki peran dalam membentuk regulasi yang baik agar para investor dapat menjalankan bisnis dengan baik pula.

Selain itu, ia menekankan pentingnya kepastian hukum bagi para investor. Tumbur mencontohkan, pemberian kontrak perpanjangan selama 30 tahun pada sebuah perusahaan migas harus ditepati. Perubahan di tengah periode justru hanya membebani investor.

Sementara itu, Direktur Riset INDEF Berly Martawardaya menyoroti pergantian menteri ESDM yang terjadi tiga kali selama lima tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. "Ini berkaitan dengan kepastian, kalau bisa lima tahun satu menteri saja," terang Berly.

Baca Juga: Industri manufaktur melemah, konsumsi listrik menurun

Adapun, dari sisi regulasi Berly berpendapat perlu adanya ketegasan dan dasar hukum yang jelas dalam pelaksanaan sektor migas. Salah satu aturan yang menjadi sorotan yakni skema bagi hasil gross split yang terus digalakan di masa kepemimpinan Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar.

Djoko Siswanto menuturkan, gross split bukanlah sebagai kewajiban. Kementerian ESDM menurutnya siap memberikan opsi lain lewat sejumlah pertimbangan.

Asal tahu saja, sejak tahun 2017-2019 telah ada 44 Wilayah Kerja yang mengadopsi skema gross split. Ke 44 WK ini terdiri dari 17 WK hasil lelang, 22 pengelolaan WK Migas yang akan berakhir kontrak kerja samanya hingga periode 2026. Selain itu, ada pula 5 WK yang merupakan hasil amandemen periode 2018 hingga 2019.

Beberapa waktu lalu, Ignasius Jonan menjelaskan sejumlah capaian kerja Kementerian ESDM dari berbagai sektor. Dari segi kelistrikan melalui Ratio Elektrifikasi, Jonan mengungkapkan sejauh ini tingkat RE telah mencapai 98,9% dari semula sebesar 85%.

Editor: Handoyo .