Ketidakpastian Ekonomi Global Masih Tinggi, Cermati Saham Pilihan Analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain efek Pemilu dan Pilpres di dalam negeri, pelaku pasar juga perlu mencermati ketidakpastian ekonomi global yang masih membayangi. Situasi ini kembali menyeruak usai Jepang dan Inggris tumbang ke jurang resesi.

Pertumbuhan ekonomi Jepang dan Inggris mengalami kontraksi dua kuartal beruntun pada penghujung 2023. Pasar juga dihadapkan pada bayang-bayang perlambatan ekonomi dua negara adikuasa, Amerika Serikat dan China. 

Founder & CEO Finvesol Consulting Fendi Susiyanto memandang resesi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada sejumlah negara maju sudah terprediksi cukup lama. Fendi optimistis ketahanan ekonomi Indonesia bisa meredam dampak dari situasi tersebut.


Baca Juga: Ini Saham Big Caps Pilihan Usai Pemilu

Meski kontribusi dari ekspor terpangkas, tapi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa stabil di level 5% dengan dorongan yang solid dari konsumsi dalam negeri. Begitu pula terhadap pasar modal Indonesia, Fendi meyakini daya tariknya masih cukup memikat bagi para investor asing.

"Justru flow of fund kalau terjadi resesi di global masuknya ke Indonesia. Karena yield of return Indonesia masih sangat atraktif dari kacamata foreign investors," kata Fendi kepada Kontan.co.id, Senin (19/2).

CEO Pinnacle Persada Investama Guntur Putra menimpali, banyak faktor yang akan memengaruhi prospek bursa saham Indonesia. Jika resesi dan perlambatan ekonomi global terjadi secara berkepanjangan, apalagi di negara mitra dagang Indonesia, maka akan membawa sentimen negatif.

"Penurunan permintaan dari negara-negara tersebut dapat mengurangi pendapatan perusahaan Indonesia yang berorientasi ekspor dan menekan kinerja sektor-sektor yang terkait dengan itu," tutur Guntur.

Baca Juga: IHSG Melonjak 1,30% Hari Ini (15/2), Net Buy Asing Mencapai Rp 2,73 Triliun

Emiten berorientasi ekspor yang rentan terdampak antara lain berada di sektor industri dan komoditas seperti manufakur, tambang dan energi. Tapi, dampaknya akan bervariasi tergantung pada jenis komoditas dan eksposur pasar.

Komoditas energi seperti batubara dan minyak mentah berpotensi mengalami tekanan. Sedangkan komoditas pertanian seperti kelapa sawit berpeluang tetap stabil. Di sisi lain, emiten non-tambang yang mengandalkan ekspor seperti produk kayu, makanan dan barang konsumsi lainnya bisa turut terdampak penurunan permintaan.

Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menambahkan, outlook untuk komoditas energi memang masih lesu untuk tahun ini. Tapi, di samping faktor resesi ekonomi, tensi geopolitik akan turut menentukan prospek komoditas energi seperti harga minyak mentah. 

"Untuk minyak mentah ada penopang dari tensi geopolitik global seperti di Laut Merah dan Israel-Hamas yang membuat disrupsi. Wilayah itu kunci untuk eksportir serta flow perdagangan minyak, kalau tensi memanas di sana itu berpotensi mendongkrak harga minyak lagi," terang Arjun.

Editor: Noverius Laoli