Kewajiban persetujuan impor bakal memengaruhi bisnis sepeda dan elektronik



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bisnis sepeda dan elektronik mendapatkan tambahan regulasi baru lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 68 Tahun 2020 tentang Ketentuan Impor Alas Kaki, Elektronik, dan Sepeda Roda Dua dan Roda Tiga, kegiatan importasi mulai 28 Agustus dikenai kewajiban penyertaan persetujuan impor (PI).

Menanggapi hal tersebut, Eko Wibowo, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Sepeda Indonesia (Apsindo) mengatakan bahwa sebelum itu belum ada pengaturan impor sepeda wajib PI. Namun pihaknya memaklumi lantaran saat ini impor sepeda melonjak tinggi.

Baca Juga: Belum dapat berkomentar banyak, Aprisindo masih mengkaji Permendag No 68 tahun 2020


"Kenaikan tersebut berasal dari meningkatnya permintaan sepeda di dalam negeri di tahun ini," ujar Eko kepada Kontan.co.id, Rabu (2/9). Menurut proyeksi Apsindo tahun ini permintaan sepeda di Indonesia mencapai 7 juta unit.

Naik dobel digit dibandingkan dengan permintaan sepeda setiap tahunnya yang rata-rata hanya 5 juta unit saja. Sementara itu, kata Eko, pabrikan lokal alias industri dalam negeri yang memproduksi sepeda punya kapasitas produksi maksimal 3 juta unit per tahun.

"Kekurangan inilah yang diisi oleh sepeda impor," kata Eko. Artinya tahun ini diprediksi jumlah impor sepeda mencapai 4 juta unit, naik sekitar 33% dari impor sepeda tahun lalu yang ditaksir mencapai 3 juta unit saja.

Baca Juga: Pemerintah persulit impor sepeda, sepatu, dan AC

Impor dipandang perlu dimana kapasitas produksi lokal masih kurang, sementara ada kekhawatiran di pelaku industri sepeda jika menambah kapasitas saat ini tidak sebanding dengan permintaan sepeda di masa mendatang. Ditakutkan kenaikan permintaan saat ini hanya tren yang tidak tahan lama.

Apalagi untuk industri sepeda, sebagian komponen masih didapat dari impor karena belum tersedia industri komponen yang lengkap di tanah air. "Sedangkan bea masuk impor komponen maupun sepeda jadi sama saja tidak ada bedanya sekitar 5%," kata Eko.

Editor: Noverius Laoli