KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Separuh emiten konstituen indeks LQ45 sudah merilis laporan keuangan semester I 2021. Menurut catatan Kontan.co.id, mayoritas kinerja emiten LQ45 bertumbuh dibanding periode yang sama tahun 2020, baik dari sisi top line maupun bottom line. Kepala Riset NH Korindo Sekuritas Anggaraksa Arismunandar mencermati, pertumbuhan kinerja mayoritas emiten LQ45 yang cukup tinggi di semester I 2021 itu sesuai dengan ekspektasinya. Kenaikan kinerja yang signifikan tidak terlepas
low base effect pada semester I 2020. Asal tahu saja, aktivitas usaha sempat terhenti ketika awal masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kuarta II 2020. Sehingga kinerja emiten-emiten di enam bulan pertama tahun lalu cenderung rendah.
Baca Juga: IHSG stagnan pada Jumat (13/8), asing mencatat net buy di saham Bukalapak (BUKA) Di sisi lain, Anggaraksa melihat, di semester I 2021 aktivitas ekonomi dan bisnis telah menunjukkan pemulihan. Walaupun, kenaikan kasus Covid-19 sempat membayangi pada awal tahun 2021 dan menjelang akhir kuartal II. Kendati mayoritas emiten LQ45 mencetak perbaikan kinerja, masih didapati dua emiten yang mencatatkan pelemahan dari sisi top line maupun bottom line-nya. Dua emiten itu adalah PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) Pendapatan EXCL tertekan 0,83% year on year (yoy) menjadi Rp 13,08 triliun. Labanya melorot lebih dalam, hingga 58,94% yoy menjadi Rp 1,74 triliun. Sementara itu, pendapatan UNVR turun 7,33% yoy menjad Rp 21,77 triliun. Untuk bottom line-nya tertekan lebih dalam, hingga 15,85% yoy menjadi Rp 3,61 triliun. Di sisi lain, terdapat juga emiten-emiten LQ45 lain yang mencetak penurunan
bottom line cukup dalam, bahkan mencapai dua digit. Emiten-emiten itu adalah PT Astra International Tbk atau ASII (-22,39% yoy), PT Gudang Garam Tbk atau GGRM (-39,53% yoy), serta PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk atau HMSP (-15,40% yoy). Analis Philip Sekuritas Dustin Dana Pramitha mengatakan, tekanan yang dirasakan UNVR tidak terlepas dari munculnya produk-produk sejenis dengan harga lebih bersaing. Apalagi, dengan adanya online shop membuat masyarakat memiliki lebih banyak pililhan produk-produk perawatan dan produk konsumsi baru lainnya. Sementara, top line EXCL tertekan dikarenakan turunnya pendapatan non-data. Di samping pendapatan data yang meningkat karena kebutuhan paket data ditengah pandemi. Untuk kinerja ASII, penurunan laba dipicu biaya
raw material yang meningkat 28% akibat naiknya harga biji besi dan baja dunia. Kenaikan ini seiring dengan naiknya produksi China dan outlook permintaan baja dunia yang meningkat di kuartal. Adapun bottom line yang lesu dari HMSP dan GGRM tertekan oleh kenaikan beban pokok penjualan akibat naiknya cukai yang dibayarkan, masing-masing sebesar 13% dan 28%. Keputusan Menteri Keuangan untuk menaikan cukai rokok dengan rata-rata kenaikan sebesar 12,5% memang membuat industri ini tertekan dari sisi beban. "Saya rasa dengan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan tingkat konsumsi masyarakat yang juga belum pulih, membuat ketiga emiten tersebut berpeluang merasakan tekanan dari pertumbuhan laba karena naiknya beban pokok yang tidak bisa dihindarkan," imbuhnya.
Sementara untuk EXCL, Dustin melihat masih ada peluang untuk bertumbuh mengingat konsumsi data yang tinggi di tengah kondisi seperti ini. Untuk UNVR, di sisa tahun ini masih akan tertekan karena persaingan di industri tersebut masih akan ketat.
Pilihan saham
Di tengah emiten-emiten LQ45 yang bertumbuh positif, terdapat lima emiten yang mengalami kenaikan bottom line yang drastis, bahkan menyentuh tiga digit. Lima emiten itu adalah PT Erajaya Swasembada Tbk atau ERAA (392,44% yoy), PT Indo Tambangraya Megah Tbk atau ITMG (293,65% yoy), PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk atau JPFA (894,61% yoy), PT Jasa Marga Tbk atau JSMR (709,25% yoy), dan PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk atau MIKA (113,30% yoy).
Baca Juga: Ada sinyal pelonggaran PPKM, Mirae Asset Sekuritas tambah sejumlah saham top picks Editor: Khomarul Hidayat