Klaster perkantoran di DKI naik sepekan terakhir, transportasi umum jadi sorotan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 di klaster perkantoran di wilayah DKI Jakarta harus dilihat dari kepatuhan karyawan menerapkan protokol kesehatan selama berada di kantor dan penggunaan transportasi umum saat menuju ke kantor. 

Ia mengatakan, apabila kantor tidak menerapkan protokol kesehatan dengan benar maka penularan virus Corona dapat terjadi di lingkungan kantor. Namun, apabila kasus Covid-19 tetap terjadi di kantor yang menerapkan protokol kesehatan, maka penggunaan transportasi umum para karyawan harus ditelusuri. 

"Angkutan misal, naik KRL, naik bus bareng, jadi harus dilakukan contact tracing yang benar-benar serius terhadap klaster perkantoran. Kalau itu terjadi di angkutan umum, maka angkutan umum yang dibetulin, bukan kantornya," kata Tri saat dihubungi, Kompas.com, Senin (26/4). 


Baca Juga: Insentif untuk sektor ritel disambut positif APPBI, Hippindo dan Aprindo

Tri juga mengatakan, masyarakat merasa euforia karena sebagian dari mereka ada yang sudah disuntik vaksin Covid-19 sehingga lalai menerapkan protokol kesehatan. "Euforianya bertambah, karena yang divaksinasi sudah banyak dan kasus Covid-19 menurun semu," ujarnya. 

Selain itu, ia menilai, bekerja dari rumah atau work from home (WFH) yang diterapkan perusahaan sebesar 50% hanya bersifat ringan. Ia menyarankan, status WFH dinaikkan menjadi sedang sebagai upaya menekan kasus Covid-19. 

"Ini berarti WFH itu harus ditingkatkan statusnya dari ringan ke sedang, kenapa saya sebutkan WFH sekarang ringan, saya bingung WFH 50% tapi tol penuh, KRL penuh dari pagi ke sore," ucapnya. 

Baca Juga: Bersabar tidak mudik lebaran untuk selamatkan keluarga dari Covid-19

Lebih lanjut, Tri khawatir apabila pemerintah dan masyarakat tidak serius mencegah penularan Covid-19, kondisi di Indonesia dapat mengulangi apa yang terjadi di India. "Kalau kasus sudah meledak banyak masalahnya, banyak penderitaan masyarakat, masyarakat yang menanggung, bukan pemerintah," pungkasnya. 

Editor: Tendi Mahadi