Kontraksi belanja negara dinilai sudah tercermin dari banyaknya proyek yang ditunda



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi total belanja negara sampai dengan bulan April 2020 adalah sebesar Rp 624,0 triliun, atau setara dengan 23,9% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 di dalam Perpres 54/2020 yang sebesar Rp 2.613,8 triliun.

Belanja negara ini tumbuh negatif 1,4% apabila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya atau secara year-on-year (yoy), yaitu sebesar Rp 632,6 triliun. Pertumbuhan negatif ini, utamanya didorong oleh realokasi dan efisiensi pada anggaran belanja barang.

Baca Juga: Kemkop UKM membuka pintu kerjasama untuk pengembangan UMKM


Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, belanja negara memang sudah diperkirakan akan mengalami kontraksi. Ini dikarenakan adanya kegiatan maupun proyek yang dibatalkan atau ditunda, seiring dengan realokasi atau refocusing anggaran akibat dampak pandemi Corona (Covid-19).

"Dengan aktivitas ekonomi yang terbatas, pabrik, mall, dan toko tidak bisa beroperasi, maka peran swasta di dalam perekonomian juga menjadi sangat terbatas. Ini tidak terjadi di Indonesia saja, tapi juga di banyak negara. Hampir semua negara mengalaminya," ujar Piter kepada Kontan.co.id, Selasa (26/5).

Piter melanjutkan, peran belanja negara di dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menjadi sangat dominan.

Hal ini terlihat dari adanya berbagai stimulus fiskal yang diberikan oleh pemerintah. Terutama, melalui stimulus kepada masyarakat terdampak dalam bentuk bantuan sosial, hingga bantuan kepada dunia usaha dalam bentuk stimulus perpajakan.

Baca Juga: Kemenhub kembali tegaskan arus balik ke Jakarta tetap dilarang

Menurut Piter, tujuan dari berbagai stimulus tersebut adalah untuk menjaga agar dunia usaha tidak kolaps, serta menjaga masyarakat terdampak agar tetap bisa hidup dalam standar yang layak.

"Dengan demikian roda perekonomian masih bisa bergerak walaupun melambat," paparnya.

Editor: Tendi Mahadi