Krisis Bayi, China Keluarkan Jurus-Jurus untuk Dongkrak Angka Kelahiran



KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pemerintah China saat ini tengah pusing tujuh keliling memikirkan penurunan tingkat populasinya. 

Melansir Reuters, data resmi pemerintah menunjukkan, populasi China turun tahun lalu untuk pertama kalinya dalam enam dekade. Ini merupakan titik balik yang diperkirakan akan menandai dimulainya periode penurunan yang panjang. 

Tahun lalu, China mencatat tingkat kelahiran terendah, yaitu 6,77 kelahiran per 1.000 orang. 


Sebagian besar penurunan adalah hasil dari kebijakan "satu anak" yang diberlakukan antara tahun 1980 dan 2015. Selain itu, lonjakan biaya pendidikan membuat banyak orang China tidak mau memiliki lebih dari satu anak, atau bahkan memiliki anak sama sekali.

Hal inilah yang melatarbelakangi sejumlah pemerintah provinsi di China mengeluarkan jurus-jurus jitu untuk mengerek kembali angka kelahiran di wilayahnya. 

Baca Juga: Sejumlah Provinsi China Beri Cuti Pernikahan Berbayar Selama 30 Hari, Ini Alasannya

Mengutip The New York Times, satu provinsi membuat langkah berani untuk mencoba membuat warganya : memiliki bayi sebanyak yang Anda inginkan, bahkan jika Anda belum menikah.

Prakarsa tersebut, yang mulai berlaku bulan ini, menunjukkan urgensi baru dari upaya China untuk memicu ledakan bayi setelah populasinya menyusut tahun lalu untuk pertama kalinya sejak kelaparan nasional pada 1960-an. 

Upaya lain juga sedang dilakukan. Yakni, pejabat di beberapa kota mendesak mahasiswa untuk menyumbangkan sperma demi membantu memacu pertumbuhan populasi. Selain itu, ada rencana untuk memperluas cakupan asuransi nasional untuk perawatan kesuburan, termasuk I.V.F.

Tetapi langkah-langkah tersebut telah ditanggapi dengan gelombang skeptisisme publik, ejekan dan perdebatan. Mereka menyoroti tantangan yang dihadapi China saat berusaha mencegah penyusutan tenaga kerja yang dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga: Ini Bujuk Rayu China kepada Warganya Agar Mau Punya Anak Banyak

Banyak orang dewasa muda Tionghoa, yang lahir selama kebijakan satu anak yang kejam di Tiongkok, menolak bujukan pemerintah untuk memiliki bayi di negara yang termasuk negara termahal di dunia untuk membesarkan anak. 

Bagi mereka, insentif semacam itu tidak banyak membantu mengatasi kecemasan tentang mendukung orang tua mereka yang lanjut usia dan mengelola biaya pendidikan, perumahan, dan perawatan kesehatan yang meningkat.

“Masalah mendasarnya bukan orang tidak bisa punya anak, tapi mereka tidak mampu,” kata Lu Yi, perawat berusia 26 tahun di Sichuan, provinsi yang baru-baru ini mencabut batas kelahiran. 

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie