KSPI tolak wacana penghapusan skema UMK, ini argumennya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak wacana Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang akan meninjau skema pengupahan terhadap buruh di kabupaten/kota.

Tidak tertutup kemungkinan nantinya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dihapus dan hanya mengacu pada Upah Minimum Provinsi (UMP).

Baca Juga: Kemenaker menghadiri sidang ILO di Jenewa, Swiss


Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan wacana tersebut ngawur, bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan secara sistematis akan memiskinkan kaum buruh.

"Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan diatur bahwa upah minimum terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota," kata Said dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/11).

Lebih lanjut, Said Iqbal menegaskan bahwa upah minimum berdasarkan wilayah kabupaten/kota sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun yang lalu, jadi tidak masuk akal apabila UMK hendak dihapuskan. Karena akan memicu perusahaan berlomba-lomba membayar upah buruh hanya sesuai UMP.

Sebagai contoh, UMP Jawa Barat pada tahun 2019 adalah sebesar Rp 1.668.372. Sementara itu, UMK Jawa Barat tahun 2019 yang tertinggi ada di Kabupaten Karawang, yakni Rp 4.234.010. Sedangkan yang terendah terdapat di Kabupaten Pangandaran, sebesar Rp 1.714.673.

Baca Juga: Ini konsekuensi yang dicemaskan pengusaha jika UMP 2020 naik

"Jika UMK ditiadakan, maka buruh di Karawang yang selama ini upahnya 4,2 juta hanya mendapatkan upah 1,6 juta. Apa yang bisa dikatakan untuk kebijakan semacam ini kalau bukan ngawur dan secara sistematis memiskinkan kaum buruh," tegasnya.

Said Iqbal heran dengan sikap pemerintah yang dinilainya selalu membuat kebijakan yang kontroversial, seperti wacana revisi UU Ketenagakerjaan dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Editor: Noverius Laoli