KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga awal kuartal III 2018, bank plat merah mencatatkan realisasi kinerja positif. Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan total laba bersih empat bank plat merah per Juli 2018 mencapai Rp 40,64 triliun. Realisasi tersebut mengalami pertumbuhan 15,76% secara
year on year (yoy) dari posisi Juli 2017 sebesar Rp 35,11 triliun. Adapun, laba bersih bank BUMN juga mengambil porsi sebesar 48,56% dari total laba bank umum yang mencapai Rp 83,68 triliun pada periode Juli 2018 lalu. Bila dirinci, kenaikan laba bank milik Pemerintah ini ditopang dari kenaikan pendapatan bunga bersih yang tumbuh 7,27% yoy menjadi Rp 95,16 triliun.
Selain itu, kenaikan laba operasional selain bunga juga tercatat naik cukup tinggi sebesar 16,13% yoy dari Rp 43,4 triliun menjadi Rp 50,4 triliun. Salah satu bank BUMN, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) menyebut sejauh ini pertumbuhan kinerja perseroan masih sejalan dengan target. Pasalnya, bila dilihat dari posisi laba bersih. Bank spesialis kredit perumahan ini mencatat realisasi sebesar Rp 1,45 triliun. Jumlah tersebut meningkat sebesar 17,63% Direktur Strategi, Resiko dan Kepatuhan BTN Mahelan Prabantarikso menuturkan pihaknya optimis pertumbuhan laba bersih perseroan akan terus meningkat lebih kencang. Pihaknya juga meyakini target laba BTN di akhir tahun dapat teralisasi yakni tumbuh di kisaran 19% sampai 22%. Untuk mencapai target tersebut, pihaknya terus menggempur pendapatan bunga BTN yang mayoritas berasal dari kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi. "Kami juga melakukan perbaikan NPL dengan target di bawah 2,5% tahun ini," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (21/9). Sebagai informasi saja, per akhir Juli 2018 lalu BTN tercatat sudah menyalurkan kredit sebesar Rp 193,34 triliun. Angka tersebut mengalami peningkatan sebanyak 18,89% dibanding pencapaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 162,61 triliun. Sejalan dengan target laba, pada penghujung tahun 2018 BTN juga mengusung target kredit minimal sebesar 19%. Lebih lanjut, di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil dibarengi dengan tren kenaikan suku bunga saat ini, tiap-tiap bank harus memiliki strategi tersendiri agar dapat memupuk laba. Mahelan beranggapan, salah satu cara yang dapat dilakukan perseroan antara lain dengan mendorong porsi dana murah alias current account and saving account (CASA) perseroan. Dus, dengan cara ini praktis biaya dana yang harus ditanggung oleh bank menjadi lebih rendah sehingga profitabilitas dapat terdorong. "BTN tetap akan meningkatkan porsi low cost funding dengan meningkatkan posisi tabungan," tuturnya. Sebelumnya, Mahelan memang mengatakan pasca kenaikan BI 7 days reverse repo rate (7DRR) dari 4,25% menjadi 5,5% pada Agustus 2018 lalu membuat biaya dana perseroan naik sebesar 1 bps menjadi 5,18%. Pihaknya berharap, dengan meningkatkan pertumbuhan dana murah, biaya dana BTN dapat ditekan hingga ke level 5% pada akhir tahun 2018.
Sedikit gambaran, per Juli 2018 total dana pihak ketiga (DPK) BTN mencapai Rp 172,28 triliun naik 16,74% secara yoy. Dari jumlah tersebut, porsi CASA tercatat sebesar 48,34%. Dibandingkan dengan porsi tahun lalu memang ada penurunan dari 51,4%. Namun dari sisi nominal, CASA perseroan tercatat tumbuh 9,78% secara yoy dari Rp 75,86 triliun menjadi Rp 83,28 triliun. "Upaya lain untuk mendorong laba BTN adalah dengan meningkatkan fee based income," katanya. Selain BTN, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) juga meyakini target yang dipatok pada tahun ini dapat tercapai. Adapun, target laba BNI pada tahun ini ada di kisaran 15% samapai 17%. Posisi ini lebih optimis dibandingkan target awal tahun perseroan yang sebelumnya di kisaran 12% sampai 15%. "BNI akan tetap fokus pada strategi yang sudah ditetapkan dalam rencana kerja 2018 yang selama ini sering disampaikan," ujarnya. Sebagai informasi saja, BNI pada Juli 2018 lalu berhasil membukukan laba sebesar 14,13% secara yoy dari Rp 7,25 triliun menjadi Rp 8,29 triliun. Bila diperinci, kenaikan laba BNI didorong oleh pertumbuhan realisasi kredit yang naik 11,88% menjadi Rp 433,01 triliun.
Editor: Narita Indrastiti