KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN (PGAS) mengalami penurunan
bottom line dengan meraih laba bersih senilai US$ 145,32 juta. Keuntungan PGAS pada semester I-2023 menyusut 39,08% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dengan asumsi kurs saat ini sebesar Rp 15.240 per dolar Amerikat Serikat (AS), maka laba bersih PGAS pada semester I-2023 setara Rp 2,21 triliun. Sebagai perbandingan, pada semester I-2022 laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk PGAS mencapai US$ 238,56 juta. Merujuk laporan keuangan, penurunan laba bersih ini terjadi ketika pendapatan PGAS masih mampu tumbuh. Subholding Gas Pertamina ini mengantongi pendapatan sebesar US$ 1,78 miliar, naik 2,30% dibandingkan capaian US$ 1,74 miliar pada semester I-2022.
Jika dirinci, segmen niaga gas bumi mendominasi dengan perolehan US$ 1,24 miliar, berkontribusi 69,66% terhadap pendapatan di semester I-2023. Penjualan gas niaga itu didapat dari pelanggan industri dan komersial sebesar US$ 1,22 miliar, pelanggan rumah tangga US$ 10,29 juta, dan SPBG senilai US$ 1,64 juta.
Baca Juga: Pendapatan Weha Transportasi (WEHA) Naik 61%, Ini Rekomendasi Sahamnya Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan mengamati pendapatan PGAS masih bisa naik seiring peningkatan volume niaga gas bumi. Hal ini sejalan dengan meningkatnya konsumsi dari industri yang terdongkrak oleh aktivitas manufaktur di dalam negeri. Selain itu, adanya operasional Blok Rokan turut menopang segmen transportasi minyak yang melejit 486% (YoY). "Untuk pendapatan sebenarmya masih sejalan dengan estimasi kami," kata Felix kepada Kontan.co.id, Jum'at (1/9). Hanya saja, laba bersih PGAS merosot, antara lain tertekan oleh beban provisi dari pajak serta kontrak Liquefied Natural Gas (LNG) masing-masing sebesar US$ 29,86 juta dan US$ 4,42 juta. "Hal tersebut menjadikan laba bersih PGAS di bawah estimasi kami," imbuh Felix. Analis Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Farras Farhan menambahkan, tergerusnya laba juga diakibatkan oleh adanya penurunan margin dibandingkan kuartal sebelumnya. Penurunan margin PGAS diakibatkan terpangkasnya harga jual rata-rata (
Average Selling Price/ASP) menjadi US$ 7,1 MMbtu. Farras pun menilai kinerja PGAS masih
in line dengan konsensus. "Penurunan margin karena ada penurunan ASP, walaupun volume meningkat. Sehingga
spread margin tergerus. Hasil
bottom line yang turun sudah diekspektasikan," jelas Farras.
Baca Juga: Laba Terjun Terseret Harga Logam, Begini Rekomendasi Saham Timah (TINS) Sedangkan untuk prospek kinerja di sisa tahun ini, Felix memandang demand dari industri masih ada ruang untuk tumbuh. Hal ini tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia yang masih di zona ekspansif pada level 53,3 di bulan Juli lalu.
Namun, Felix menyoroti potensi katalis negatif dari rencana kenaikan harga gas pelanggan industri non-Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang tidak mendapatkan restu dari Kementerian ESDM. "Sehingga potensi peningkatan
revenue sepertinya hanya berharap dari peningkatan volume saja," ungkap Felix.
Editor: Tendi Mahadi