LAPAN menduga dentuman di Bali berasal dari meteor yang jatuh



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menduga bahwa dentuman kuat di Bali adalah meteor yang jatuh.

Hal ini disampaikan oleh Astronom sekaligus Peneliti Madya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Dr Rhorom Priyatikanto dalam keterangan resminya melalui laman orbit.sains. lapan.go.id.

Tepatnya pada tanggal 24 Januari 2021 sekitar pukul 11 WITA, sejumlah warga Buleleng, Provinsi Bali melaporkan adanya jejak cahaya di langit serta suara dentuman yang terdengar cukup jelas.


Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika ( BMKG) menyampaikan adanya anomali getaran yang tercatat pada sensor seismik stasiun BMKG Singaraja (SRBI) dengan durasi sekitar 20 detik mulai pukul 10.27 WITA atau pukul 09.27 WIB, tetapi ditegaskan getaran itu bukanlah gempa.

Baca Juga: Hujan meteor Perseid bakal mencapai puncak, catat tanggalnya

"Melihat anatomi seismogramnya, tampak bahwa sinyal seismik tersebut bukanlah merupakan sinyal gempa bumi tektonik," kata Daryono, Kepala Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG dalam keterangan resminya, Minggu (24/1/2021).

Menurut Rhorom, berdasarkan informasi BMKG dan keterangan warga tersebut, memang ada kemungkinan bahwa kejadian itu merupakan kejadian jatuhnya benda antariksa.

Rhorom mengatakan bahwa sistem pemantauan orbit.sains.lapan.go.id tidak menunjukkan adanya benda artifisial atau sampah antariksa yang diperkirakan melintas rendah atau jatuh di wilayah Indonesia.

Hal ini memperbesar kemungkinan bahwa kejadian yang teramati di Buleleng berkaitan dengan benda alamiah.

Rhorom menjelaskan bahwa meteor berukuran besar atau juga dikenal sebagai bolide (fireball) bisa jadi masuk ke atmosfer, terbakar, dan jatuh di dekat Buleleng.

"Dalam prosesnya, meteor tersebut dapat memicu gelombang kejut hingga suara dentuman yang bahkan terdeteksi oleh sensor gempa," kata Rhorom dalam keterangan resminya, Senin (25/1/2021).

Baca Juga: Sebuah asteroid mendekati Bumi menjelang Lebaran, berbahaya?

Umumnya, ada sebagian besar meteor terbakar di atmosfer, tetapi bisa jadi ada sebagian kecil yang tersisa, dan jatuh ke permukaan bumi baik darat ataupun laut.

Perlu diketahui, framentasi meteor besar juga jamak terjadi ketika meteor tersebut mencapai ketinggian sekitar 100 kilometer di atas permukaan Bumi. Rhorom menyebutkan bahwa belakangan ini tidak ada aktivitas hujan meteor, kecuali dengan intensitas amat kecil.

Namun, perlu diketahui bahwa pada tahun 2021 ini, sudah ada sekitar 40 ketampakan meteor besar (fireball) di berbagai belahan Bumi. Internasional Meteor Organization (IMO) menerima dan mencatat laporan akan ketampakan fireball dengan cukup baik.

"Beberapa kejadian disertai dengan suara dentuman yang terdengar cukup jelas," ujarnya.

Editor: Noverius Laoli