Lewat surat terbuka, 87 ekonom meminta Jokowi batalkan revisi UU KPK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para ekonom Indonesia menandatangani surat terbuka yang ditujukkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Surat tersebut meminta agar Jokowi mengeluarkan Perppu untuk membatalkan revisi Undang-Undang (UU) KPK.

Dalam Surat Terbuka bertajuk  " Rekomendasi Ekonom Terkait Dampak Pelemahan Penindakan dan Pencegahan Korupsi terhadap Perekonomian" yang diterima Kontan.co.id, Kamis (17/10), terdapat 87 ekonom yang telah mendukung dan menandatangani rekomendasi tersebut. Jumlah tersebut hasil update terakhir pukul 10.34 WIB dan masih terbuka untuk ditandatangani ekonom lainnya hingga pukul 23.59 WIB hari ini.

Baca Juga: Ketua KPK berharap presiden Jokowi keluarkan Perppu setelah pelantikan


Melalui surat itu, para ekonom mengatakan RUU KPK lebih buruk daripada UU KPK 2002 karena RUU KPK melemahan fungsi penindakan KPK, dan membuat KPK tidak lagi independen. Dampak pelemahan ini akan meningkatkan korupsi di Indonesia dan menurunkan kredibilitas KPK dalam melaksanakan program-program pencegahan sehingga mengancam efektivitas program pencegahan korupsi

“Kami para ekonom, sebagai akademisi, berkewajiban memaparkan dan memisahkan mitos dari fakta terkait dampak pelemahan penindakan korupsi terhadap perekonomian (naskah akademik terlampir). Sebagai ekonom, kami memfokuskan rekomendasi kami untuk mengoptimalkan kesejahteraan rakyat,” seperti tertulis dalam surat.

Para ekonom tersebut juga telah melakukan telaah literatur terhadap dampak buruk korupsi. Hasilnya, pertama, korupsi menghambat investasi dan mengganggu kemudahan berinvestasi. Kedua, korupsi memperburuk ketimpangan pendapatan.

Baca Juga: UU KPK hasil revisi sah berlaku, masih bisakah KPK melakukan OTT?

Ketiga, korupsi melemahkan pemerintahan dalam wujud pelemahan kapasitas fiskal dan kapasitas legal. Keempat, korupsi menciptakan instabilitas ekonomi makro karena utang eksternal cenderung lebih tinggi daripada penanaman modal asing.

Studi ekonom dalam surat terbuka itu juga menunjukkan argumentasi pemerintah bahwa korupsi sebagai pelumas pembangunan mengandung tiga kelemahan mendasar dan tidak relevan untuk Indonesia. Selain itu, argumentasi penindakan korupsi menghambat investasi tidak didukung oleh hasil kajian empiris.

Sebaliknya, hasil telaah literatur menunjukkan, korupsi mengancam pencapaian visi pembangunan nasional karena korupsi berdampak buruk terhadap pembangunan infrastruktur, menghambat pembangunan SDM, membebani APBN dan menyuburkan praktik aktivitas ilegal ( shadow economy).

Pencapaian tujuh agenda pembangunan dalam RPJMN 2020-2024 terancam akibat korupsi dan lemahnya aspek kelembagaan.

Editor: Khomarul Hidayat