Lockdown dan pandemi corona di mata orang jelata



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga Minggu (29/3), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak penerapan lockdown kendati tekanan penerapan isolasi total terus mengemuka. Pemerintah memilih social distancing dan mengurangi keramaian, serta pemeriksaan kesehatan massal untuk menangkal pagebluk corona.

Mudarat bagi ekonomi secara luas maupun efek sosial atas kebijakan lockdown menjadi pertimbangan utama pemerintah untuk tidak menerapkan lockdown. "Sampai saat ini kita tidak ada berpikiran ke arah kebijakan lockdown," ucap Jokowi dalam pernyataan pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pekan lalu.

Penolakan lockdown juga kembali ditegaskan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo. "Saya tegaskan, Presiden Jokowi telah memberikan instruksi kepada Kepala Gugus Tugas, tidak akan ada lockdown," kata Doni dalam keterangan yang disampaikan melalui video, Sabtu (21/3).


Di sisi lain, sejumlah politisi dan kalangan elite negeri ini menyiratkan sikap yang berbeda. Kebijakan lockdown perlu dikaji untuk mencegah meluasnya paparan corona dan melindungi masyarakat dari wabah corona alias Covid-19.

"Kalau kita lihat Amerika baru beberapa hari ini menetapkan status darurat nasional. Menurut saya Indonesia sudah harus menetapkan status darurat nasional dan mungkin lockdown untuk sementara waktu," ujar Fadli Zon, politisi Partai Gerindra, seperti dikutip dari Tribunnews.com, pekan lalu.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga menempuh sejumlah kebijakan yang mengarah ke lockdown kota. Bahkan yang terbaru, Anies memerintah penutupan perkantoran selama 14 hari, serta pembatasan layanan transportasi massal.

Tujuan dari kebijakan itu adalah mengurangi aktivitas dan mobilitas di Jakarta. "Jakarta sudah perlu menutup kegiatan-kegiatan. Jakarta saat ini merupakan salah satu tempat di mana virus tersebut telah menular dari satu pribadi ke pribadi lain," kata Anies.

Editor: Sandy Baskoro