Majelis tinggi Demokrat sebut tak semua yang dukung KLB merupakan pendiri partai



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Majelis Tinggi Partai (MTP) Demokrat, Syarief Hasan mengatakan, para kader yang telah diberhentikan tetap secara tidak hormat tidak lagi terkait dengan partai berlambang bintang mercy itu. 

Sehingga, Syarief menegaskan, mereka yang telah dipecat tidak boleh lagi menggunakan atau mengatasnamakan Partai Demokrat dalam setiap manuver politik yang dilakukan. 

Hal tersebut disampaikannya menanggapi kian kencangnya isu pengambilalihan kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selaku ketua umum Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang terus disuarakan oleh para senior dan pendiri partai. 


Baca Juga: Pimpinan DPR sebut ada kemungkinan revisi UU ITE masuk prolegnas 2021

"Saya hanya mengingatkan bahwa kepada mereka yang telah dipecat untuk tidak lagi menggunakan atau mengatasnamakan Partai Demokrat lagi," kata Syarief dikutip dari keterangan tertulisnya, Sabtu (27/2). 

Lebih lanjut, Syarief juga menanggapi pernyataan yang disampaikan oleh beberapa pendiri Partai Demokrat yang ikut mendukung terjadinya KLB di kepemimpinan AHY. 

Syarief yang juga merupakan salah satu deklarator partai menyebutkan bahwa sikap itu bertentangan dengan organisasi pendiri partai. "Apa yang dilakukan oleh saudara-saudara kita yang lain, itu merupakan salah satu langkah yang melanggar organisasi forum komunikasi dan deklarator sendiri," ungkapnya. 

Baca Juga: Berkontribusi ungkit ekonomi, pemerintah diminta segera sahkan RUU Masyarakat Adat

Tidak hanya itu, Syarief juga menyebutkan, tidak semua yang menyatakan sikap mendukung KLB merupakan para pendiri partai. Dia menuturkan, orang yang menamakan pendiri itu sebenarnya itu hanya satu dua orang saja. "Yang lainnya itu bukan pendiri dan hanya memasang label, membikin label memasang di dirinya sendiri," sebutnya. 

Sementara itu, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra mengatakan, KLB yang didengungkan oleh segelintir pihak sifatnya inkonstitusional dan ilegal. 

Editor: Tendi Mahadi