Membandingkan cara China dengan AS dalam memerangi corona, Beijing klaim lebih baik



KONTAN.CO.ID - BEIJING. Dua kekuatan utama dengan dua sistem berbeda di dua sisi Samudra Pasifik telah melihat hasil yang sangat berbeda dalam upaya mereka untuk mencegah dan mengendalikan wabah virus corona.

Melansir People's Daily, tidak butuh waktu lama bagi China untuk mengendalikan wabah. Wuhan, pusat wabah, melaporkan delapan kasus baru yang dikonfirmasi pada 12 Maret. Ini merupakan penurunan ke dalam satu digit untuk pertama kalinya. Data  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, 70% dari lebih dari 80.000 kasus yang dikonfirmasi di China telah pulih dan dipulangkan dari rumah sakit. Wabah di Tiongkok, lanjut WHO, kemungkinan akan segera berakhir.

Saat jumlah kasus virus corona di China terus menurun, jumlah kasus di Amerika Serikat malah terus meningkat. Pada 11 Maret, menurut database New York Times, setidaknya 1.240 orang di 42 negara bagian dan Washington DC, telah dinyatakan positif mengidap coronavirus. Dari angka tersebut, setidaknya 37 pasien telah meninggal.


Baca Juga: Brasil mengkonfirmasi pejabat yang baru bertemu Trump terjangkit corona

Sebagai salah satu negara paling maju di dunia, situasi di Amerika Serikat dinilai tidak boleh seperti itu. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pada 20 Januari mengumumkan kasus pertama virus corona di Amerika Serikat tepatnya di Negara Bagian Washington. Akan tetapi pemerintah AS terkesan cuek.

Analis menilai, pemerintah AS punya banyak waktu untuk mempersiapkan datangnya wabah yang lebih besar. Akan tetapi tanggapannya dianggap memalukan. Trump dan pejabat senior mengadakan konferensi pers Gedung Putih tentang kesiapan AS pada 26 Februari 2019, meyakinkan publik bahwa ancaman corona terhadap Amerika rendah.

Baca Juga: Antisipasi corona, semua masjid di Singapura tutup lima hari mulai Jumat (13/3)

Sepertinya tak seorang pun di konferensi itu tahu bahwa virus itu menyebar di Amerika Serikat. Pada saat itu, penyebaran global virus juga semakin cepat dan pada 27 Februari, virus telah menyebar ke 46 negara di luar China, yang menginfeksi lebih dari 82.200 orang di seluruh dunia, menurut WHO.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie