Menakar Dampak UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) Bagi Perbankan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan mengenai Undang-undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR. Pengesahan UU P2SK ini dilakukan pada tanggal 15 Desember 2022.

Praktisi perbankan Abiwodo mengatakan bahwa ini merupakan momentum yang tepat. Adanya UU P2SK ini menjawab tantangan perekonomian, termasuk pengaruh global akibat guncangan yang terjadi adanya disrupsi geopolitik dan sisi suplai yang berujung mengakibatkan inflasi di negara maju yang tinggi. 

Selain itu, juga direspons dengan kenaikan suku bunga serta pengetatan likuiditas.


“Adanya perubahan yang terjadi dalam UU P2SK ini menjadikan kredibilitas dari masing-masing otoritas tersebut seperti (Bank Indonesia/BI, Otoritas Jasa Keuangan/OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan/LPS) semakin kuat. Namun, tetap meningkatkan koordinasi untuk menjaga perekonomian serta stabilitas sistem keuangan bersama-sama,” ungkap Abiwodo dalam keterangannya, Selasa (10/1).

Baca Juga: UU P2SK Atur Demutualisasi Bursa, Apa Saja Skema yang Berpeluang Digunakan?

Susunan UU P2SK terdiri atas 27 Bab dan 341 Pasal meliputi antara lain perasuransian, program penjaminan polis, kegiatan usaha bullion, konglomerasi keuangan mikro, Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) sampai dengan koperasi dalam sektor jasa keuangan. 

"Ya tentu saja, demi menjaga kestabilan dari sistem keuangan untuk menguatkan jaring pengamanan sistem keuangan," imbuhnya.

Untuk penguatan, OJK juga memperoleh amanat baru terutama dalam hal mengelola sektor yang termasuk perubahan dalam hal teknologi seperti cryptocurrency, dan juga koperasi simpan pinjam.

Adapun dampak dari pengesahan UU P2SK  untuk dunia industri perbankan,  antara lain adalah sebagai berikut.

Pertama, pergantian Nama Bank Perkreditan Rakyat Jadi Bank Perekonomian Rakyat. UU P2SK yang telah disahkan, ternyata juga mengatur tentang masalah pergantian penyebutan untuk Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat.

Perubahan nama tersebut bertujuan untuk menaikkan citra BPR di masyarakat. BPR juga dituntut untuk bisa naik kelas.Dengan adanya pergantian ini, BPR diproyeksikan bisa memberikan layanan keuangan layaknya seperti bank umum lainnya.

Kedua, kesempatan BPR melantai di bursa kian terbuka. Soalnya, beleid ini memperbolehkan BPR dalam melakukan IPO. 

Ketiga, perubahan unit syariah menjadi Bank Umum Syariah. Selanjutnya, pengesahan UU P2SK juga membawa perubahan unit syariah menjadi bank umum syariah yang juga berada dibawah aturan OJK. 

Baca Juga: Jadi Lembaga yang Berwenang Sidik Pidana SJK, OJK Butuh Penyidik Khusus

Sebelumnya, telah diatur tentang kewajiban spin-off untuk Unit Usaha Syariah (UUS) yang batas waktunya ditetapkan sampai dengan akhir bulan Juni 2023 berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 mengenai Perbankan Syariah.

Akan tetapi, dengan adanya pengesahan Omnibus Law Keuangan ini, kewajiban transformasi UUS hingga menjadi Bank Umum Syariah (BUS) nantinya akan ditetapkan oleh OJK.

Editor: Noverius Laoli