Menakar Prospek Emiten Emas pada 2026, dan Saham yang Menarik Dikoleksi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju kenaikan harga emas masih sulit dibendung hingga pengujung tahun 2025. Besar kemungkinan emiten-emiten produsen emas dapat kembali menikmati efek kenaikan harga komoditas tersebut pada tahun depan.

Pekan ini, harga emas dunia kembali memecahkan rekor tertingginya sepanjang masa. Mengutip trading economics, harga emas dunia menembus level US$ 4.532,18 per ons troi pada Jumat (26/12/2025).

Bersamaan dengan itu, harga saham-saham emiten emas juga kembali mengalami lonjakan setidaknya dalam sebulan terakhir. PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) misalnya, harga saham emiten tersebut naik 10,65% dalam sebulan terakhir ke level Rp 3.220 per saham pada Rabu (24/12/2025).


Baca Juga: Prospek Sektor Pulp dan Kertas Mulai Membaik, Cermati Saham Rekomendasi Analis

Harga saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) juga naik 9,60% ke level Rp 1.085 per saham dalam sebulan terakhir. 

Lonjakan harga saham juga dialami PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) sebesar 49,56% dalam sebulan terakhir ke level Rp 1.690 per saham. Saham PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) turut mengalami peningkatan mencapai 51,29% dalam sebulan terakhir ke level Rp 2.050 per saham.

PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) ikut mengalami kenaikan harga saham masing-masing sebesar 9,71% ke level Rp 29.650 per saham dan 5,71% ke level Rp 555 per saham dalam sebulan terakhir.

 
UNTR Chart by TradingView

Emiten pendatang baru, PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) turut mencatat kenaikan harga saham 50,68% ke level Rp 5.575 per saham dalam sebulan terakhir. Namun, dalam periode yang sama, harga saham induknya yaitu PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) menyusut 3,08% ke level Rp 2.200 per saham.

Baca Juga: IHSG Terkoreksi Setelah Cetak Rekor, Cermati Saham Rekomendasi Analis

Kepala Riset Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi mengatakan, rekor harga emas dunia tercipta seiring ancaman resesi ekonomi dan ekspektasi berlanjutnya penurunan suku bunga acuan The Fed pada tahun depan.

Rekor tersebut tentu berdampak positif terhadap harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) emiten emas, sehingga akhirnya terefleksikan pada harga saham emiten yang bersangkutan.

"Kenaikan harga saham sekarang menunjukkan operating leverage seiring kenaikan ASP," ujar dia, Rabu (24/12).

Pengamat pasar modal sekaligus Founder Republik Investor Hendra Wardana menyampaikan, lonjakan harga emas menegaskan bahwa komoditas tersebut masih menjadi aset lindung nilai utama di tengah ketidakpastian global. 

Penguatan harga emas tentu tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan akumulasi dari beberapa sentimen besar yang terjadi secara bersamaan.

Pertama, meningkatnya tensi geopolitik global dan fragmentasi ekonomi dunia membuat investor global kembali agresif mencari aset safe haven. 

Baca Juga: Dampak Stimulus Ekonomi Terhadap Pasar Modal & Saham Rekomendasi Analis di Sisa 2025

Kedua, ekspektasi kuat bahwa The Fed akan memasuki fase pelonggaran kebijakan moneter dalam beberapa tahun ke depan dan menekan real yield obligasi AS, sehingga biaya peluang memegang emas menjadi jauh lebih rendah. 

Ketiga, tren pembelian emas oleh bank sentral dunia terutama negara berkembang menjadi penopang struktural yang kuat bagi harga emas, karena permintaan ini bersifat jangka panjang dan relatif tidak sensitif terhadap volatilitas jangka pendek. 

Secara sederhana, ketika harga emas naik tajam sementara biaya produksi relatif stabil, maka margin laba emiten emas akan menguat, sehingga dan hal inilah yang menjadi katalis utama penguatan saham. 

"Investor mulai mengantisipasi lonjakan pendapatan dan laba bersih yang lebih kuat, terutama bagi emiten dengan profil biaya produksi rendah dan volume produksi yang stabil," ungkap Hendra, Sabtu (27/12/2025).

Hendra melanjutkan, secara fundamental prospek kinerja emiten emas masih tergolong cerah pada 2026, meskipun pola pertumbuhannya berpotensi lebih selektif dibandingkan tahun sebelumnya.

Baca Juga: Prospek Emiten Emas Masih Menyala

Jika pada 2025 banyak emiten emas mencatat pertumbuhan laba dobel bahkan triple digit karena efek lonjakan harga emas yang ekstrem dari basis yang rendah, maka pada 2026 ruang pertumbuhan tersebut kemungkinan akan lebih moderat.