Mengenal stunting dan 8 cara mencegahnya



KONTAN.CO.ID - Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama. 

Hal itu mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak, yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Dirangkum dari laman Kementerian Kesehatan, kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya. Sehingga, masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. 


Padahal, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. 

Anak yang mengalami stunting, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya. Tentu, ini akan sangat memengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.

Stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah. Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting.

Baca Juga: Jokowi ingatkan krisis pangan di tengah pandemi Covid-19

8 Langkah pencegahan stunting

Dirangkum dari laman Kementerian Kesehatan dan UNICEF, berikut 8 cara atau langkah pencegahan stunting:

1. Memberikan nutrisi seimbang

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.

Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah dan sayur.

Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.

2. Edukasi ke orang tua

Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita.

Dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.

Baca Juga: Di masa pandemi, pemerintah dan swasta perlu sinergi untuk cegah stunting