Mengukur Prospek Investasi di Pasar Saham saat Valuasi IHSG Masih Murah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham (IHSG) kembali terperosok di awal pekan ini, Senin (27/3). IHSG merosot 0,79% ke level 6.708,93, mengakumulasi pelemahan 2,07% secara year to date. Posisi ini membawa valuasi IHSG semakin murah dibandingkan bursa saham lain di kawasan Asia.

Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Rizky Khaerunnisa, menyoroti valuasi IHSG secara price earning ratio (PER) saat ini bergerak di area 13,06x. Valuasi IHSG masih tergolong murah atau undervalue jika dibandingkan rata-rata bursa saham Asia sebesar 14.34x.

Pergerakan valuasi IHSG dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satunya akibat rotasi sektor di tengah memudarnya booming commodity. Harga komoditas yang melandai menekan indikator makro ekonomi yang turut berimbas pada lesunya pasar saham Indonesia.


Secara ekseternal, belakangan ini pasar saham juga terpapar oleh kekhawatiran makro ekonomi global dan sentimen dari suku bunga. 

Baca Juga: Prediksi IHSG dan Saham-Saham yang Bisa Dicermati, Selasa (28/3)

"The Fed yang kembali menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis points dan juga investor masih khawatir terhadap krisis perbankan," kata Rizky kepada Kontan.co.id, Senin (27/3).

Head of Research Syailendra Capital, Rizki Jauhari, menimpali bahwa ketidakpastian yang ada di pasar sebagian telah terefleksikan ke dalam volatilitas IHSG. Rata-rata PER IHSG saat ini ada di level 13x-14x, berada di bawah rata-rata PER IHSG sejak tahun 2010 di kisaran 16x-17x. 

Meski begitu valuasi IHSG saat ini masih lebih tinggi dibanding saat pasar saham terkoreksi di awal pandemi covid-19 tahun 2020, yang mencapai kisaran 11x-12x. 

"Memburuknya kondisi pasar global tidak memungkiri terjadinya penurunan valuasi secara sementara," imbuh Rizki.

Dia juga menilai valuasi PER IHSG di awal tahun 2023 ini masih relatif murah, dengan tingkat penurunan yang terbilang wajar. Rizki menerangkan, pergerakan naik-turun valuasi akan turut ditentukan oleh ekspektasi investor pada laju pertumbuhan laba emiten ke depannya.

Menurut Rizki, saat ini ada penurunan ekspektasi terhadap laju pertumbuhan laba dari 30%-35% pada tahun 2022 menjadi hanya 5% di 2023. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh sentimen perlambatan ekonomi global, sehingga pertumbuhan yang signifikan dinilai akan sulit terjadi dalam waktu dekat.

"Hal ini terefleksi atas valuasi yang relatif rendah dibandingkan historis. Namun, recovery ekonomi global akan mengakibatkan perubahan tingkat pertumbuhan laba ke depan, yang juga terefleksi atas valuasi," terang Rizki.

CEO PT Pinnacle Persada Investama (Pinnacle Investment Indonesia), Guntur Putra, ikut mengamati bahwa estimasi untuk earning growth emiten tahun ini diproyeksikan dapat tumbuh sekitar 5%. Antara lain didorong oleh normalisasi harga komoditas.

Baca Juga: IHSG Turun 0,79% ke 6.708 Pada Senin (27/3), ANTM, TBIG, JPFA Jadi Top Gainers LQ45

Emiten di sektor komoditas dan energi pun diprediksi akan mengalami kontraksi pada pertumbuhan laba bersihnya. Namun masih ada sektor yang berpeluang tumbuh secara stabil, seperti emiten bank dan sektor consumer dengan prospek pertumbuhan pendapatan dan laba yang signifikan.

Sedangkan secara relative value, imbuh Guntur, valuasi IHSG masih cukup atraktif di level 14,9x. "Pasar saham Indonesia jika dibandingkan dengan regional masih menjadi opsi utama di kawasan Asia Pasifik," ujar Guntur.

Strategi Investasi

Dalam jangka pendek, pergerakan IHSG ditaksir masih volatil. Dengan valuasi yang terbilang atraktif, prospek IHSG cukup apik dalam jangka panjang. Apalagi disokong fundamental makro ekonomi Indonesia yang tangguh, serta posisi neraca perdagangan dan tingkat inflasi yang relatif terkontrol.

Analis Kanaka Hita Solvera Raditya Krisna Pradana sepakat, secara internal posisi makro ekonomi Indonesia masih solid. Sehingga skenario penurunan IHSG juga akan bisa tertahan di level 6.400 - 6.500 pada tahun ini, sedangkan penguatan sampai akhir tahun diproyeksikan bisa menyentuh level 7.400.

Editor: Tendi Mahadi