Menilik Pro Kontra Larangan Ekspor CPO dan Minyak Goreng



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, kebijakan larangan sementara ekspor CPO, RBD Palm Oil, RBD Palm Olein, dan minyak jelantah merupakan upaya untuk mendorong ketersediaan bahan baku juga pasokan minyak goreng di dalam negeri dan menurunkan harga minyak goreng ke harga keterjangkauan.

Keputusan tersebut diambil dengan sangat tetap memperhatikan perkembangan hari demi hari situasi ketersediaan minyak goreng curah untuk masyarakat. "Tentu akan ada dampak dari kebijakan ini, namun Sekali lagi saya tegaskan bahwa kepentingan rakyat adalah yang paling utama," ujar Mendag dipantau dari Youtube Kementerian Perdagangan, Kamis (28/4).

Mendag mengatakan, larangan ekspor tersebut berlaku mulai hari ini 28 April 2022 sampai harga minyak goreng curah mencapai keterjangkauan. Hal ini termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 22 tahun 2022 tentang larangan sementara ekspor CPO, RBD Palm oil, RBD Palm Olein, dan minyak jelantah.


Kebijakan ini juga berlaku untuk seluruh daerah pabean Indonesia, dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPDPB) yaitu Batam, Bintan Karimun, dan Sabang.

Baca Juga: Gapki Mengaku Larangan Ekspor CPO Bisa Rugikan Seluruh Rantai Pasok Industri Sawit

"Saya tegaskan eksportir yang melanggar akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan saya pastikan pemerintah bersama-sama dengan kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya akan memantau seluruh pelaksanaan kebijakan ini," tegas Mendag.

Mendag menyatakan, bagi eksportir yang telah mendapat nomor pendaftaran pemberitahuan Pabean ekspor paling lambat 27 April 2022, maka tetap dapat melaksanakan ekspor. Kebijakan larangan ekspor sementara akan dievaluasi secara periodik melalui rapat koordinasi di tingkat Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.

"Saya harap kita semua dapat memahami urgensi dari kebijakan ini dan bergotong-royong bekerjasama demi seluruh rakyat Indonesia terima kasih," tutur Mendag.

Dihubungi secara terpisah, Anggota Komisi VI DPR Amin Ak menilai, akar masalah karut marut minyak goreng bukan pada model kebijakan yang diambil. Namun inkonsistensi dan ketidaktegasan sikap pemerintah yang menyebabkan berlarut-larutnya krisis minyak goreng selama 7 bulan terakhir ini.

“Kalau mencla mencle seperti sekarang ini, apapun kebijakan yang diambil, sulit untuk efektif,” ucap Amin.

Lebih lanjut, Amin mengatakan, kebijakan yang dibuat itu harus terukur, sudut pandangnya harus holistik, dan menguntungkan semua pihak. Jangan membuat kebijakan yang bersifat trial and error. “Buat kepentingan rakyat kok coba-coba. Ujung-ujungnya krisis,” kata Amin.

Baca Juga: Gapki Mengaku Larangan Ekspor CPO Bisa Rugikan Seluruh Rantai Pasok Industri Sawit

Selain itu, Presiden maupun menteri pembuat kebijakan harus bersikap konsekuen, mengawal implementasi kebijakan secara sungguh-sungguh. Jangan membuat kebijakan hanya diatas kertas atau untuk kepentingan pencitraan semata.

Ia mencontohkan, penangkapan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan karena kasus korupsi dan kolusi ekspor CPO, menjadi bukti tidak adanya kemauan politik untuk menegakkan aturan dan kebijakan yang diterapkan. Pembuat kebijakan justru yang melanggar kebijakan yang dibuatnya sendiri.

“Ini memalukan. Sampai sekarang krisis minyak goreng belum selesai dan rakyat miskin yang paling menderita akibat krisis ini,” ucap Amin.

Editor: Handoyo .