Museum Sumpah Pemuda: ini lokasi ikrar Sumpah Pemuda dan tarif kunjungannya



KONTAN.CO.ID - Jakarta. Sumpah Pemuda adalah suatu ikrar pemuda-pemudi Indonesia yang mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia, mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Ikrar tersebut merupakan hasil putusan Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II yang digelar pada 27-28 Oktober 1928. 

Pada waktu itu pembacaan rumusan hasil Kongres dilakukan di Gedung Kramat 106 yang dijadikan salah satu tempat penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Gedung ini dijadikan sebagai pusat pergerakan mahasiswa sampai tahun 1934.


Lalu, sejak tahun 1934-1970 Gedung Kramat 106 mengalami beberapa kali alih fungsi, antara lain sebagai rumah tinggal, toko bunga, hotel, dan perkantoran. 

Kemudian, pada 1973 dijadikan museum oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan nama Gedung Sumpah Pemuda dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1974. 

Tahun 2013 Bangunan utama Gedung Museum Sumpah Pemuda ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya Peringkat Nasional, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 254/M/2013, tanggal 27 Desember 2013.

Baca Juga: Sejarah dan Teks Sumpah Pemuda yang diperingati 28 Oktober 2021

Perkembangan Gedung Sumpah Pemuda

Dirangkum dari laman resmi Museum Sumpah Pemuda, Museum Sumpah Pemuda pada awalnya adalah rumah tinggal milik Sie Kong Liang yang didirikan pada permulaan abad ke-20. Sejak 1908 Gedung Kramat disewa pelajar Stovia (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) dan RS (Rechtsschool) sebagai tempat tinggal dan belajar. 

Saat itu dikenal dengan nama Commensalen Huis. Mahasiswa yang pernah tinggal adalah Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya), Soerjadi (Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban Tobing, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil, Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana.

Kemudian, sejak 1927 Gedung Kramat 106 digunakan oleh berbagai organisasi pergerakan pemuda untuk melakukan kegiatan pergerakan. 

Bung Karno dan tokoh-tokoh Algemeene Studie Club Bandung sering hadir di Gedung Kramat 106 untuk membicarakan format perjuangan dengan para penghuni Gedung Kramat 106. 

Mengingat digunakan berbagai organisasi, maka sejak tahun 1927 Gedung Kramat 106 yang semula bernama Langen Siswo diberi nama Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw (gedung pertemuan).

Baca Juga: Peringati Bulan Bahasa dan Sastra, pemerintah dorong masyarakat berbahasa sehat