Muslim dunia menangis: Saya tidak pernah membayangkan Ramadan tanpa Tarawih



KONTAN.CO.ID - ALJAZAIR/KAIRO/JAKARTA. Beberapa hari sebelum bulan puasa Ramadan dimulai, dunia Islam sedang bergulat dengan paradoks pandemi virus corona yang datang di waktu yang tidak tepat. 

Sejumlah hal penting dari bulan paling suci dalam kalender Islam ini adalah keluarga, kebersamaan, komunitas, refleksi, amal dan doa.

Tetapi dengan ditutupnya masjid-masjid, diberlakukannya jam malam dan larangan sholat berjamaah dari Senegal hingga ke Asia Tenggara, sekitar 1,8 miliar warga Muslim seluruh dunia menghadapi Ramadan yang berbeda dari sebelumnya.


Baca Juga: Rekomendasi terbaru WHO hadapi puasa: Jangan menggelar ibadah dan pertemuan massal

Melansir Reuters, di seluruh dunia Muslim, pandemi ini telah menimbulkan tingkat kecemasan baru menjelang bulan puasa suci, yang dimulai sekitar Kamis mendatang.

Di Aljazair, Yamine Hermache, 67 tahun, biasanya menerima kunjungan kerabat dan tetangga di rumahnya untuk minum teh dan minuman dingin selama bulan itu ketika umat Islam berpuasa dari fajar hingga magrib. Akan tetapi, tahun ini dia khawatir hal itu akan berbeda.

"Kita mungkin tidak mengunjungi mereka, dan mereka tidak akan datang," katanya, menangis. "Coronavirus membuat semua orang takut, bahkan tamu-tamu terhormat sekali pun."

Baca Juga: Hasil survei: Di tengah pandemi corona, 31% warga DKI tetap ingin mudik Lebaran

Di negara di mana masjid telah ditutup, suaminya Mohamed Djemoudi, 73 tahun, khawatir tentang sesuatu yang lain.

"Aku tidak bisa membayangkan Ramadan tanpa Tarawih," katanya.

Di Yordania, pemerintah, berkoordinasi dengan negara-negara Arab tetangga, diharapkan mengumumkan fatwa yang menguraikan ritual Ramadan apa yang akan diizinkan, tetapi bagi jutaan Muslim, rasanya sudah sangat berbeda.

Dari Afrika ke Asia, virus corona telah menimbulkan bayangan suram dan ketidakpastian.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie