Nilai Aset di Atas Rp 1.000 Triliun, 4 Konglomerasi Ini Kuasai Industri Keuangan RI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan revisi aturan terkait Konglomerasi Keuangan (KK) berpotensi menambah jumlah KK yang ada di tanah air. Namun, kondisi tersebut tampaknya tak akan berdampak signifikan pada dominasi segelintir konglomerasi yang selama ini menguasai mayoritas aset industri keuangan. 

Setidaknya, ada empat konglomerasi yang saat ini memiliki jumlah aset yang tergolong besar di atas Rp 1.000 triliun. Jika dijumlahkan, total aset yang dimiliki dari empat konglomerasi ini mencapai Rp 6.663 triliun per 2023, berdasarkan data OJK.

Sebagai informasi, pada periode yang sama, OJK mencatat ada 15 konglomerasi keuangan yang ada di Indonesia. Total aset empat konglomerasi di atas memiliki kontribusi 73,89% dari total aset 15 KK.


Baca Juga: Bakal Ada POJK Baru Terkait Konglomerasi Keuangan, OJK: Jumlahnya Semakin Banyak

Sayangnya, OJK tidak secara terbuka mempublikasikan nama-nama konglomerasi keuangan yang tercatat di Indonesia. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae beralasan bahwa itu akan berdampak buruk jika nama-nama konglomerasi tersebut dipublikasikan.

Untuk gambaran, Dian bilang konglomerasi keuangan di Indonesia itu bersifat dinamis yang berarti bisa berubah-ubah. Alhasil, jika ada grup yang nantinya keluar dari daftar konglomerasi dikhawatirkan memiliki persepsi buruk di kalangan masyarakat.

“Untuk yang masuk konglomerasi bisa diuntungkan secara persepsi, jadi bisa mengganggu fair competition,” ujar Dian, Senin (13/5).

Terkait dengan Konglomerasi Keuangan ini, Dian tampaknya lebih fokus pada penguatan pengawasan terkait Konglomerasi Keuangan melalui rancangan terbaru. Harapannya, bisa mendorong stabilitas dan pertumbuhan perekonomian nasional.

Baca Juga: OJK Tengah Menyusun Rancangan Aturan Konglomerasi Keuangan Terbaru, Ini Kata Analis

Lebih lanjut, Dian bilang pihaknya melakukan pengawasan secara aktif terhadap Konglomerasi Keuangan itu, baik itu pengawasan on-site maupun off-site yang terkait dengan lingkup pengawasan yang berbasis risiko. 

“Sebagai contoh saja buat perhatian sekalian antara lain risiko transaksi intragrup, risiko kredit, kemudian risiko likuditas, risiko pasar, risiko strategik, hingga risiko asuransi,” ujarnya.

Editor: Noverius Laoli