KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah saat ini tengah mengusung Omnibus Law Perpajakan yang dirancang dalam grand design Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Langka tersebut semakin nyata, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menggelar rapat kerja dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas lebih lanjut soal Omnibus Law Perpajakan guna mendongkrak investasi di dalam negeri. Baca Juga: Pemerintah akan benahi pengaturan pajak & retribusi daerah demi percepat investasi
Namun demikian, bila Omnibus Law Perpajakan yang rencananya tahun depan dapat diundangkan dapat memicu potential lost penerimaan pajak. Setidaknya ada beberapa penyederhanaan dalam RUU tersebut, misalnya menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) Badan secara bertahap dari yang saat ini 25%, menjadi 22% pada 2021, kemudian 20% pada 2023. Selanjutnya, untuk tarif PPh Badan go public yang baru terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) diberikan keringanan 3% dari tarif normal 20% jadi 17% yang berlaku selama lima tahun. Kemudian sanksi bunga atas kekurangan bayar karena pembentukan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan SPT Masa bisa lebih rendah dari 2% sanksi bunga per bulan. Di mana dihitung dari suku bunga acuan teranyar yang ditetapkan ditambah 5% dibagi 12. Baca Juga: Turki tetapkan pajak over the top 7,5%, Indonesia bagaimana? Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pun mengatakan Omnibus Law Perpajakan merupakan pelengkap dari adanya Omnibus Law Perizinan yang berada dalam beleid RUU Cipta Lapangan Kerja.