Pajak warisan mengancam dinasti bisnis keluarga di Korea Selatan



KONTAN.CO.ID - SEOUL. Dinasti bisnis terkemuka Korea Selatan membangun kekayaan dan kekuasaan pada saat mereka mendorong negara itu dari kehancuran pascaperang antar negara-negara dengan perekonomian terbesar dunia.

Melansir Financial Times, saat ini banyak dinasti bisnis yang harus menjual 'perak' milik keluarga setelah tingkat kesehatan sekelompok taipan tua semakin melemah di negara dengan pajak warisan yang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

"Dibandingkan dengan 20 tahun yang lalu ketika orang tua saya mendirikan perusahaan, nilai saham kami telah naik begitu tinggi sehingga tidak ada cara agar bisa membayar pajak warisan yang besar tanpa membengkokkan aturan. Bahkan, saya mungkin harus menjual perusahaan untuk membayar pajak," ujar chief executive setengah baya dari satu kelompok industri. 


Baca Juga: Restoran di Korea Selatan khawatirkan pertumbuhan pengiriman makanan

Mengutip data dari kelompok riset CEO Score, pewaris 25 perusahaan teratas di negara itu menghadapi tagihan pajak gabungan mencapai US$ 21 miliar.

Koo Kwang-mo, wanita 41 tahun yang mewarisi kepemimpinan produsen elektronik LG Group pada 2018, telah dikenai pajak terbesar sejauh ini. Pimpinan termuda di antara kelompok-kelompok terbesar, yang dikenal sebagai chaebol, Koo dan saudara-saudaranya membayar pajak senilai 921,5 miliar won selama lima tahun.

Hampir setiap perusahaan besar Korea Selatan pada beberapa titik dituduh melakukan korupsi dan upaya ilegal untuk menjaga kontrol di dalam keluarga pendiri. Para ahli khawatir, keluarga akan menggunakan kesepakatan intragroup yang kompleks antara perusahaan induk dan afiliasinya untuk memperlunak pukulan dengan mentransfer kekayaan dan kontrol ke generasi berikutnya.

Baca Juga: Investor Korsel siap kucurkan Rp 47 triliun di kilang Dumai, ini tanggapan Pertamina

Menurut badan pengawas persaingan usaha Korea Selatan, kesepakatan seperti itu di 10 chaebol terbesar mencapai 151 triliun won pada tahun 2018, hampir 15% dari transaksi perusahaan.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie