Pelaku usaha berharap rencana penyesuaian tarif listrik di 2022 dipertimbangkan lagi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pelaku sektor industri berharap pemerintah mempertimbangkan kembali rencana penyesuaian tarif listrik di 2022 mendatang. Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana akan kembali menerapkan tariff adjustment untuk 13 golongan pelanggan nonsubsidi pada semester II tahun 2022.

Selama ini, penyesuaian tarif untuk 13 golongan pelanggan ini telah ditahan pemerintah sejak 2017 dengan pertimbangan daya beli masyarakat. Hal ini berdampak pada besaran kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah ke PLN setiap tahunnya.

Ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali rencana penyesuaian tarif listrik ini. "Momentumnya tidak tepat kalau mau diadjust tahun depan, intervensi pemerintah sangat penting, kan yang mengendalikan pemerintah," jelas Hariyadi kepada Kontan.co.id, Kamis (9/12).


Menurut Hariyadi, pada masa pandemi covid-19 ditahun 2020 lalu konsumsi listrik pun mengalami penurunan dan cukup memukul pelaku usaha. Untuk itu, menurutnya sebaiknya pemerintah menunda dulu rencana penyesuaian tarif listrik.

Baca Juga: Pemerintah buka peluang penyesuaian tarif listrik di tahun 2022

Senada, Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan menyebut, jika pemerintah memutuskan tidak lagi menahan tarif untuk 13 pelanggan nonsubsidi maka juga akan memberatkan pelaku usaha industri.

"Penyesuaian harga listrik pasti menurunkan daya saing produk industri manufaktur," kata Hariyadi kepada Kontan, Kamis (9/12).

Hariyadi melanjutkan, saat ini industri manufaktur menjadi salah satu tumpuan pemulihan ekonomi. Untuk itu kestabilan harga energi seperti gas bumi dan listrik bakal membantu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Kata Hariyadi, harga listrik memegang porsi sekitar 15% untuk industri kaca lembaran. Sementara itu,harga listrik memegang porsi 20-an% pada industri kaca pengaman untuk otomotif.

"Otomotif adalah salah satu industri tumpuan dengan daya ungkit yang besar. (Juga) menghasilkan banyak devisa, kenaikan listrik pasti menurunkan daya saing produk dan bisa kehilangan daya saing ekspor," terang Yustinus.

Hariyadi menilai, jika pemerintah berencana melakukan penyesuaian tarif listrik maka sebaiknya dilakukan jika ekonomi telah benar-benar pulih dengan berpatok pada  ketetapan dalam UU Nomor 17 tahun 2003 yang mengatur batas defisit APBN 3%.

"Setelahnya, kajian atas realisasi angka tersebut dengan didukung indikator dasar lainnya yang benar-benar menguat, maka barulah tarif listrik naik," ujar Yustinus.

Baca Juga: Sejumlah pekerjaan rumah menanti direktur utama yang baru PLN Darmawan Prasodjo

Editor: Khomarul Hidayat