Pelarangan plastik sekali pakai tidak selesaikan masalah sampah di Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelarangan penggunaan plastik sekali pakai yang diimplementasikan di beberapa wilayah di Indonesia dinilai tidak efektif mengatasi masalah sampah karena yang perlu dilakukan saat ini adalah meningkatkan  manajemen limbah. Di sisi lain, pelarangan plastik sekali pakai ini juga berdampak pada sejumlah aspek lainnya. 

Wahyudi Sulistya, Direktur Kemasan Group mengatakan kebijakan pelarangan plastik sekali pakai tentu saja akan berdampak pada aspek lain, seperti tenaga kerja, setidaknya lebih dari 170 ribu orang yang bekerja di industri plastik di Indonesia akan terkena dampaknya jika mentalitas ‘pelarangan’ seperti ini terus dibudayakan. 

"Sebenarnya pelarangan plastik ini tidak perlu dilakukan karena tidak menyelesaikan akar masalah. Saat ini masalah yang terjadi karena waste mangement yang kurang baik," jelasnya dalam acara Yok Yok Ayok Daur Ulang! (YYADU!) secara virtual, Selasa (29/9). 


Padahal menurut Wahyudi plastik punya nilai ekonomis yang tinggi karena bisa didaur ulang terus menerus.  Di sisi lain, saat ini belum ada pengganti plastik dari segi emisi karbon, fungsi, durabilitas, dan harga. 

“Setiap hari, kita ini menggunakan plastik karena kita membutuhkannya, ketika larangan penggunaan single-use untuk tas berbelanja disahkan, tas bungkusan pengganti yang saat ini menjadi opsi dan banyak digunakan untuk bungkusan, seperti spunbound ataupun paper bag pun juga memiliki lapisan plastik Polypropylene atau PP, yang membuat itu water-proof kan lapisan plastiknya," jelas Wahyudi. 

Bahkan masker surgical seperti 3Ply juga memiliki lapisan plastik sehingga menurut Wahyudi tidak mungkin jika melarang penggunaan single-use plastic karena lapisan plastik masih dibutuhkan untuk sehari-hari khususnya di tengah pandemi. 

Baca Juga: Inaplas sebut rencana pengenaan cukai plastik tidak efektif

Doktor Jessica Hanafi, pakar teknis ISO (International Organization of Standardization) mengatakan mengenai cara menilai eco-friendly atau tidaknya sebuah barang yang harus dinilai secara holistik, tidak bisa hanya dinilai dari hilir saja atau dari biodegradable atau tidak.

“Suatu produk tidak hanya bisa dilihat atau dipotret hanya pada satu tahap dalam hidupnya. Jika dilihat hanya pada satu atau dua tahapan dari masa hidup suatu produk, akan terjadi pergeseran dampak lingkungan," jelasnya. 

Editor: Handoyo .