Pelebaran Defisit APBN 2024 Jadi Alarm Untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2024 mencapai Rp 609,7 triliun atau 2,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Proyeksi defisit ini lebih tinggi dari target yang ditetapkan, yakni sebesar 2,29% dari PDB atau secara nominal Rp 522,8 triliun.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa defisit yang hampir menyentuh ambang batas amannya menandakan bahwa alat fiskal negara berada dalam tekanan yang berat.


Kondisi APBN yang berat tersebut tercermin dari penerimaan pajak yang tidak setinggi tahun lalu dikarenakan fenomena windfall harga komoditas yang tak terulang. Belum lagi, penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan juga mengalami penurunan.

Baca Juga: Defisit APBN 2024 Melebar, Sri Mulyani Minta Tambahan Penggunaan SAL Rp 100 Triliun

Bhima menyebut, pemerintah memang sudah menggenjot penerimaan pajak dengan cara melakukan penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11%. Namun, kebijakan tersebut nyatanya turut membebani masyarakat sebagai konsumen.

"Itu menjadi beban berat bagi konsumen, khususnya kelas menengah, juga tekanan ekonomi dari sisi inflasi bahan makanan juga menghantui, indikator kendaraan bermotor penjualannya juga turun," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Senin (8/7).

Dengan kondisi APBN 2024 yang melebar, Bhima bilang, hal tersebut bisa menjadi pelajaran untuk pemerintahan selanjutnya agar tetap menjaga defisit APBN 2024 di bawah 2,7% PDB.

"Jangan sampai pelebaran defisit APBN ini menjadi pembenaran untuk melakukan kenaikan harga-harga yang diatur oleh pemerintah sehingga bisa menciptakan inflasi umum ataupun inflasi administrasi yang lebih tinggi ke depannya," katanya.

Baca Juga: Defisit Anggaran 2024 Berpotensi Membengkak, Banggar DPR Peringatkan Pemerintah

Proyeksin defisit APBN yang melebar ini juga diartikan sebagai alarm bagi pemerintahan Prabowo Subianto untuk lebih berhati-hati dalam mengelola APBN. Pasalnya, warisan APBN ini tidak banyak memiliki keistimewaan untuk melakukan ekspansi belanja.

"Ini harus sangat hati-hati pak Prabowo ke depan warning bahwa APBN tidak dalam kondisi yang luxury sehingga harus dilakukan rasionalisasi program-program yang akan dijalankan," imbuh Bhima.

Bahkan dirinya menyarankan anggaran Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang sebesar Rp 71 triliun bisa diturunkan lagi. Begitu juga anggaran IKN yang harus dilakukan rasionalisasi anggaran sehingga kredibilitas fiskal tetap terjaga.

"Karena proyeksi defisit melebar sangat jauh dari asumsi awal, kalau 2,7% dengan batas maksimal 3%. Artinya ini APBN dalam kondisi yang bisa dikatakan cukup berat. Ini belum termasuk program Prabowo yang baru ke depan," tegasnya.

Editor: Noverius Laoli