Ekspor bijih nikel dihentikan, pendapatan sejumlah daerah berpotensi merosot



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak awal tahun, pemerintah telah menetapkan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel dalam rangka mendorong hilirisasi pada sektor komoditas sumber daya alam.  Harapannya, bijih nikel bisa diolah dan dimurnikan di dalam negeri sehingga memiliki nilai tambah lebih tinggi saat diekspor ke negara lain. 

Namun, kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel di sisi lain berpotensi menurunkan penerimaan daerah eksportir sehingga setoran royalti juga berpotensi jauh lebih rendah. Dampaknya, dana bagi hasil (DBH) yang diterima oleh daerah-daerah eksportir tersebut juga tergerus. 

Baca Juga: Dirjen ESDM klaim virus corona belum brdampak signifikan ke sektor tambang


Seperti diketahui, sejumlah daerah dengan potensi cadangan nikel paling besar dan memiliki nilai ekspor nikel yang tinggi di antaranya provinsi di Pulau Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara.   

Data Rincian DBH SDA Mineral dan Batubara yang ditetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan, terdapat penurunan yang signifikan pada rincian total DBH di provinsi-provinsi eksportir nikel tersebut pada tahun anggaran 2020 ini. 

Baca Juga: Simak agenda ekspansi bisnis Ifishdeco (IFSH) di tahun ini

Padahal secara keseluruhan, Kemenkeu menetapkan alokasi DBH pada tahun ini sebesar Rp 117,6 triliun atau lebih tinggi dari realisasi sementara DBH tahun 2019 yang tercatat sebesar Rp 104 triliun.

Editor: Noverius Laoli