KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih tersendatnya pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Tanah Air dinilai tidak sebatas pada masalah biaya dan waktu perizinan. Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa sebut kendalanya selalu berujung pada kondisi Perusahaan Listrik Negara (PLN). "Sulit (kembangkan EBT) karena PLN, mereka over capacity, reserved margin di atas 55% sementara permintaan listrik turun. Bahkan hanya tumbuh separuh dari proyeksi rencana lima tahun lalu yang diprediksi tumbuh 7%-8%, tapi sekarang rata-rata hanya 4,5%. Jadi semua bergantung pada PLN," jelas Fabby kepada Kontan.co.id, Rabu (3/3). Dia juga menambahkan, persepsi yang berkembang saat ini adalah kalau PLN menambah EBT, artinya akan menambah kapasitas atau pasokan lagi.
Pengembangan EBT kepentok kondisi PLN
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih tersendatnya pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Tanah Air dinilai tidak sebatas pada masalah biaya dan waktu perizinan. Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa sebut kendalanya selalu berujung pada kondisi Perusahaan Listrik Negara (PLN). "Sulit (kembangkan EBT) karena PLN, mereka over capacity, reserved margin di atas 55% sementara permintaan listrik turun. Bahkan hanya tumbuh separuh dari proyeksi rencana lima tahun lalu yang diprediksi tumbuh 7%-8%, tapi sekarang rata-rata hanya 4,5%. Jadi semua bergantung pada PLN," jelas Fabby kepada Kontan.co.id, Rabu (3/3). Dia juga menambahkan, persepsi yang berkembang saat ini adalah kalau PLN menambah EBT, artinya akan menambah kapasitas atau pasokan lagi.