Pengembangan petrokimia TubanPetro diyakini mampu menahan defisit neraca dagang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Defisit neraca perdagangan saat ini menjadi tantangan terbesar bagi pemerintah. Karena itu, perlu diterapkan berbagai terobosan, agar defisit tak berulang. Salah satu cara yang bisa diterapkan dengan mengembangkan industri petrokimia nasional.

Apalagi, Indonesia hingga saat ini belum memiliki industri petrokimia yang kuat dan terintegrasi.

Pengembangan industri petrokimia yang merupakan industri hulu dapat memacu tumbuhnya industri turunan lain di hilir. 


Diharapkan hal ini akan mampu meningkatkan ekspor sehingga dapat meningkatkan devisa negara. 

Baca Juga: Pemerintah masih bahas skema Tuban Petro di bawah kendali PT Pertamina

PT Tuban Petrochemical Industries (TPI) atau TubanPetro yang secara mayoritas sahamnya dikuasai negara merupakan aset yang potensial karena industri petrokimia yang dihasilkan merupakan industri hulu yang memegang peranan penting. 

Apalagi pengembangan Tuban Petro menjadi salah satu Program Prioritas Pemerintah pada tahun 2019 dalam kerangka kebijakan penguatan daya saing jangka menengah dan panjang.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono menuturkan, TubanPetro memiliki peluang besar untuk turut berkontribusi menekan desifit.

Caranya, dengan memaksimalkan semua potensi anak usaha, terutama PT Trans Petrochemical Pacific Indotama (TPPI).

Langkah pertama, agar dibuat masterplant integrated petrochemical cluster. Dalam masterplan tersebut direncanakan di TPPI yang merupakan anak usaha Tuban Petro dibangun aromatic centre dan olefin centre.

Baca Juga: Luhut: Harus cepat bangun industri petrokimia, jangan mundur lagi

Saat ini, baru terbangun aromatic plant yang menghasilkan benzene toluene dan xylene (BTX), satu-satunya yang dimiliki Indonesia.

“Rencana strategis Kemenperin terus mendorong agar anak perusahaan TubanPetro yakni TPPI dapat difungsikan memproduksi BTX sesuai dengan desain kapasitasnya. Karena produk-produk tersebut masih diimpor, sehingga bisa dijadikan substitusi impor untuk menghemat devisa,” ucap Sigit dalam pernyataan persnya, Senin(29/7).

Ia mengingatkan, jika pengembangan TubanPetro tidak diakselerasi, maka defisit terus berulang. Industri petrokimia hulu-hilir berkontribusi cukup signifikan terhadap defisit neraca perdagangan. Impor terus membengkak, di mana tahun 2018 mencapai USD 15 Miliar.

Editor: Yudho Winarto