Peritel harapkan kredit korporasi dari pemerintah segera dikucurkan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor usaha ritel mulai terimpit dampak penurunan belanja masyarakat. Penurunan belanja dipicu oleh dua hal, yakni melemahnya daya beli pada segmen masyarakat kelas bawah serta kecenderungan segmen menengah ke atas menahan belanja. Para pengusaha ritel pun masih berharap adanya insentif yang diberikan oleh pemerintah.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menyampaikan, tingkat konsumsi rumah tangga yang menurun kian memukul industri ritel. Rata-rata pendapatan yang diperoleh peritel saat ini lebih rendah dibandingkan dengan biaya operasional. Penurunan pendapatan dipicu oleh tingkat kunjungan ke ritel dan belanja masyarakat yang terus berkurang.

Roy mengungkapkan, transaksi penjualan di ritel sudah semakin kecil. Masyarakat cenderung hanya belanja kebutuhan pokok. Selain itu, pembelian yang tidak direncanakan (impulse buying) juga semakin rendah. Dalam kondisi normal, biasanya pembelian yang tidak direncanakan kerap lebih besar daripada belanja yang direncanakan.


"Pendapatan sudah tidak bisa lagi menutup pengeluaran. Pengeluaran mulai memakan biaya modal yang seharusnya diperuntukkan bagi ekspansi. Pertumbuhan ritel didorong ekspansi. Kalau tidak ada ekspansi, berarti tidak ada pertumbuhan,” ujar Roy kepada kontan.co,id, Senin (14/9).

Ia menilai ritel merupakan sektor strategis yang perlu diperhatikan dan dilindungi sebagai jembatan antara produsen dan konsumen. Data Aprindo, jumlah unit usaha ritel mencapai 35.000 toko, tersebar di 34 provinsi dengan jumlah pekerja mencapai 4 juta orang.

Baca Juga: PSBB Jakarta Memantik Polemik

Pihaknya menyayangkan belum ada perhatian terhadap sektor perdagangan ritel. Padahal, sektor ini dituntut terus buka guna memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari. Di sisi lain, peritel terus menambah biaya untuk penyediaan disinfektan, sabun cuci tangan, dan sepeda motor untuk layanan pesan antar, sedangkan harga cenderung tetap, bahkan turun.

Pada Juli 2020, pemerintah resmi mengalokasikan dana Rp 100 triliun lewat 15 bank himbara dan umum sebagai penyalur, dan memberikan jaminan kredit kepada korporasi non-UMKM dengan nilai Rp 10 miliar hingga Rp 1 triliun, lewat Lembaga Penjaminan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).

Namun menurut Roy, kredit ini belum dikucurkan pemerintah hingga saat ini dengan alasan klasik dari bank penyalur, bahwa belum ada pedoman petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

Editor: Handoyo .