Perizinan dan Investasi Dinilai Jadi Kunci Pertumbungan Ekonomi RI pada 2026



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ekonom senior sekaligus pendiri CReco Research Institute, Raden Pardede, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 berada di kisaran 5% sebagai skenario dasar (baseline).

Menurutnya, capaian pertumbuhan ekonomi tersebut relatif realistis dan sejalan dengan proyeksi berbagai lembaga internasional.

“Kalau 5% itu boleh dikatakan relatif mudah. World Bank, IMF, OECD, hingga lembaga pemeringkat juga melihat Indonesia di sekitar angka itu,” ujar Raden belum lama ini. 


Baca Juga: Ekonomi RI Diproyeksi Tumbuh 5%, Konsumsi & Investasi Jadi Kunci Dongkrak Ekonomi

Namun, ia menegaskan bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 6% sebagaimana yang ditargetkan pemerintah di bawah Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah perlu kerja lebih keras dan reformasi yang lebih dalam.

Raden menilai kebijakan fiskal dan dukungan likuiditas sebenarnya sudah tersedia. Tantangan utama justru berada pada berbagai hambatan struktural dan regulasi yang mengganggu kelancaran aktivitas usaha. 

Ia mengibaratkan perekonomian seperti pipa yang masih tersumbat oleh “sampah” berupa perizinan berbelit dan koordinasi yang lemah.

“Hambatan itu harus dibersihkan dengan cepat. Kalau alirannya lancar, kita pernah membuktikan bisa tumbuh lebih tinggi,” tegasnya.

Baca Juga: Beleid Karpet Merah Untuk Percepat Izin Investasi

Ia menilai implementasi PP 28/2025 terkait perizinan dapat menjadi terobosan penting bila dijalankan secara konsisten dari pusat hingga daerah, termasuk koordinasi antarkementerian.

Penyederhanaan dan kepastian izin, menurutnya, akan sangat membantu dunia usaha dan mempercepat realisasi investasi.

Dari sisi investasi, Raden menekankan bahwa persoalan utama bukan sekadar jumlah investasi, melainkan jenis investasi yang mampu menciptakan lapangan kerja layak.

Ia mengkritik pola pertumbuhan yang masih bertumpu pada sektor-sektor padat modal dan berbasis sumber daya alam, yang cenderung minim serapan tenaga kerja.

“Dengan nilai investasi yang sama, sektor manufaktur bisa menciptakan lapangan kerja jauh lebih banyak dibanding sektor padat modal,” ujarnya. 

Menurut Raden, manufaktur masih menjadi tulang punggung penciptaan pekerjaan layak bagi negara dengan pendapatan per kapita sekitar US$ 5.000 seperti Indonesia.

Baca Juga: Tak Percaya Proyeksi Asing, Pemerintah Optimistis Ekonomi RI Tumbuh 5,2% pada 2025

Ia juga mengingatkan risiko meningkatnya pekerjaan informal, yang kini menyerap hampir 60% tenaga kerja.