Pertama dalam 8 tahun terakhir, Krakatau Steel cetak laba Rp 1,07 triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk berhasil meraih laba bersih sebesar US$ 74,1 juta atau setara dengan Rp 1,07 triliun pada kuartal I tahun 2020. Emiten berkode KRAS ini akhirnya mencatat laba dalam 8 tahun terakhir.

Perbaikan kinerja perusahaan di kuartal I tahun 2020 terutama disebabkan penurunan beban pokok pendapatan sebesar 39,8% dan penurunan biaya administrasi dan umum sebesar 41,5%.

Silmy Karim, Direktur Utama KRAS menyebut perusahaan juga telah melakukan beberapa langkah perbaikan bisnis yang telah dilakukan sejak tahun 2019 dan hasilnya mulai terlihat di kuartal I tahun ini. Beberapa upaya yang telah dilakukan Perseroan untuk memperbaiki kinerja antara lain melalui program restrukturisasi dan transformasi.


Baca Juga: Terpukul akibat corona, begini keluh kesah pelaku industri baja

"Salah satu hasil positif yang dicapai Perseroan adalah penurunan biaya operasi (operating expenses) induk turun 31% menjadi US$46,8 juta dibandingkan periode yang sama di tahun 2019," ujarnya dalam siaran pers, Jumat (29/5)

Kinerja positif Perseroan di kuartal I tahun ini, tidak lepas dari keberhasilan perusahaan dalam melakukan efisiensi. Di awal tahun 2020, KRAS mampu meningkatkan produktivitas karyawan melalui program optimalisasi tenaga kerja. Di bulan Januari 2020, optimalisasi kerja meningkat 43% jika dibanding dengan pada saat tahun berjalan di 2019.

Selain itu, beban penggunaan energi, consumable, utility, biaya tetap, dan suku cadang mengalami penurunan, sehingga total penurunan biaya di Januari 2020 mencapai 28% jika dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara untuk cash to cash cycle juga mengalami percepatan siklus 40 hari atau sekitar 41% pada Desember 2019 dibanding dengan periode di sepanjang tahun 2018.

“Atas upaya-upaya efisiensi, Krakatau Steel telah berhasil melakukan penghematan biaya sebesar US$ 130 juta pada kuartal I tahun 2020. Meskipun demikian, kondisi di triwulan II 2020 diperkirakan berbeda karena kondisi pasar baja yang melemah sampai sekitar 50% akibat dari kondisi ekonomi Indonesia yang sedang mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19. Melemahnya perekonomian nasional telah berdampak pada industri baja. Hal ini jika berlanjut terus menerus maka diperkirakan akan berdampak pada kinerja di tahun 2020," lanjutnya.

Baca Juga: Ini rincian 14 perjanjian penyesuaian harga gas bumi sektor hulu migas

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie