Pertamina EP kesandung kasus hukum di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina EP harus ikut terseret menjadi termohon dalam permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Karya Sejahtera Pratama.

Tagihan Karya Sejahtera sejatinya diajukan kepada Kerja Sama Operasi (KSO) yang dibentuk Pertamina EP dan PT Santika Pendopo Energy. Hanya saja, karena KSO tersebut tak berbadan hukum, Pertamina EP, dan Santika turut diminta bertanggungjawab atas tagihan Karya Sejahtera.

"Patut kiranya, termohon 2 (Pertamina EP), dan termohon 3 (Santika Pendopo) sebagai pihak yang mendirikan termohon 1 (KSO Pertamina EP-Santika Pendopo) turut mempunyai tanggung jawab secara tanggung renteng atas utang-utang yang dibuat oleh termohon 1 kepada pemohon (Karya Sejahtera)," tulis Kuasa Hukum Karya Sejahtera Irfan Fahmi dari Kantor Advokat IF & Rekan dalam berkas permohonan yang didapatkan Kontan.co.id, Senin (3/9).


KSO Pertamina EP-Santika Pendopo sendiri dimulai melalui Perjanjian Kerjasama Operasi (PKO) antar dua pihak pada 5 Juni 2010, dan kontraknya akan berakhir pada 4 Juni 2025. KSO ini menggarap ekplorasi dan ekploitasi minyak di Talang Akar, sebuah desa di Sumatera Selatan.

Sementara permohonan PKPU dari Karya Sejahtera ini terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 136/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst pada 29 Agustus 2018.

Sementara tagihan diajukan atas jasa sewa beberapa alat yang disediakan Karya Sejahtera kepada KSO. Ada dua perjanjian sewa alat, pertama sewa atas satu unit pompa Triplex, dan satu unit Triplex Mud Pump sejak April 2017-November 2015. Sementara perjanjian sewa kedua, merupakan sewa satu unit pompa Triplex sejak November 2015-November 2016.

Perjanjian sewa pertama punya nilai kerja sama senilai US$ 203.431, dan baru dibayarkan senilai US$ 29.627. Sementara perjanjian sewa kedua miliki nilai kerja sama Rp 3,45 miliar, dan baru dibayar senilai Rp 2,06 miliar.

"Maka sisa jumlah utang yang belum dibayar terdiri dari, perjanjian pertama senilai US$ 173.803, dan perjanjian kedua senilai Rp 1,39 miliar," sambung Irfan.

Editor: Yudho Winarto