Pertamina NRE perbesar kontribusi pengembangan EBT



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina NRE meracik kembali roadmap untuk mengejar target kapasitas terpasang energi bersih sebesar 10 GW di 2026 mendatang. Sebagai informasi, dalam PNRE terdapat tiga entitas, yaitu Pertamina Geothermal Energy (PGE), Jawa Satu Power (JSP), dan Jawa Satu Regas (JSR). 

Untuk mengawal transisi energi, PNRE memiliki aspirasi energi bersih dengan kapasitas terpasang 10 GW pada tahun 2026, yang merupakan konsolidasi dari gas to power, renewable energy termasuk di dalamnya geothermal, serta beberapa inisiatif baru lainnya,  antara lain pilot project EV ecosystem dan hidrogen. 

Di roadmap sebelumnya, target 10 GW tersebut terdiri dari 6 GW pada low carbon solution, 3 GW energi baru dan terbarukan (EBT), dan 1 GW future business. Sedangkan dalam roadmap yang baru, pengembangan EBT memiliki porsi yang paling besar yakni 5 GW, kemudian diikuti pengembangan low carbon solution sebesar 4 GW dan sisanya future businesses 1 GW. 


Baca Juga: Pertamina Geothermal Energy (PGE) perluas kapasitas pembangkit listrik panas bumi

Pada roadmap sebelumnya, PNRE membutuhkan dana investasi sebesar US$ 12 miliar. Namun, karena roadmap ini sudah diracik ulang, maka kebutuhan investasinya otomatis dikaji kembali. 

Sekretaris Perusahaan Pertamina NRE, Dicky Septriadi mengatakan, penambahan dan pengembangan EBT yang sebagian besar adalah Geothermal, PLTS dan EBT lainnya menjadi salah satu alasan penyesuaian roadmap Pertamina NRE. Maka dari itu, dari sisi EBT menjadi lebih besar.

"Adapun total capex sebelumnya yakni US$ 12 miliar dengan hitungan pengembangan gas to power di angka 6 GW. Sedangkan sekarang gas to power sudah berkurang dan EBT menjadi lebih besar. Kami masih mengkaji penyesuaian nilai capexnya," jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (24/11). 

Perihal sumber dana, Dicky juga tidak bisa memerinci. Yang terang dalam jangka waktu dekat, PNRE masih fokus pada  internal capital. 

Dannif Danusaputro, Chief Executive Officer Sub-holding PNRE memaparkan, dari sisi EBT pihaknya melihat PLTS paling banyak peluangnya dan dari segi teknologi cukup mature di Indonesia. 

"Kami berharap dengan kemajuan teknologi akan mengurangi LCOE-nya dan akan berlaku juga pada energi baru terbarukan lainnya," jelasnya dalam acara  EBTKE ConEx 2021 yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (24/11). 

Saat ditanya mengenai kebijakan yang dapat mendukung pengembangan, Dannif bilang, pihaknya memerlukan insentif karena melakukan investasi di masa depan berupa  hidrogen dan menciptakan EV Ecosystem. Menurutnya, inentif tersebut bisa datang dalam bentuk carbon tax maupun proyek subisidi. 

Editor: Handoyo .