Pertumpahan darah terjadi ketika militer Myanmar menyerbu tenda para demonstran



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Militer Myanmar menyerbu kemah para demonstran anti kudeta pada hari Rabu dalam operasi fajar. Serangan itu menewaskan dan melukai sejumlah demonstran tulis media lokal. Para aktivis ini sebelumnya menentang tindakan keras berdarah dan blokade internet yang dilakukan junta yang berkuasa.

Mengutip Reuters, Rabu (7/4), Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta 1 Februari 2021 yang mengakhiri periode singkat demokrasi yang dipimpin warga sipil dan memicu protes dan pemogokan nasional, meskipun militer yang berkuasa menggunakan kekuatan mematikan untuk memadamkan perlawanan.

Kekerasan meletus ketika pasukan memasuki lokasi protes pada hari Rabu di kota Kale di wilayah Saigang, sebuah titik kerusuhan, di mana para demonstran menuntut pemulihan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi.


Seorang saksi mengatakan, dalam serangan fajar itu, terdapat korban dan tembakan berulang kali. Berita media lokal, Mizzima, menuliskan tiga orang tewas dan memposting gambar di Facebook tentang api yang membakar di dekat kendaraan yang diparkir dan tentara dengan senapan di jalan.

Baca Juga: Rusia tolak pemberian sanksi atas militer Myanmar, ini alasannya

Warga Kale mengatakan, informasi itu diberikan kepadanya oleh para saksi, yang memotret lima jenazah. Reuters tidak dapat memverifikasi informasi tersebut secara independen.

Kemampuan gerakan yang sebagian besar dipimpin oleh pemuda untuk mengatur kampanye anti-kudeta dan berbagi informasi melalui media sosial dan pesan instan telah terhalang oleh pembatasan pada internet nirkabel broadband dan layanan data seluler.

Layanan telepon tetap, yang hanya dapat diakses sedikit orang di Myanmar, masih tersedia.

"Myanmar telah mengalami keruntuhan bertahap ke dalam jurang informasi sejak Februari," kata Alp Toker, pendiri observatorium pemblokiran internet NetBlocks kepada Reuters, Rabu. “Komunikasi sekarang sangat terbatas dan hanya tersedia untuk sedikit orang.”

Dengan media cetak yang juga dihentikan, pengunjuk rasa telah mencari solusi untuk menyampaikan pesan mereka, dengan memproduksi pamflet berita harian berukuran A4 mereka sendiri yang dibagikan secara digital dan dicetak untuk didistribusikan di antara masyarakat.

Baca Juga: Demonstran Myanmar mengecat Yangon dengan warna merah simbol kematian ratusan pendemo

Editor: Noverius Laoli