Perusahaan Batubara Incar Peningkatan Kinerja di Tengah Lonjakan Harga



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Tren lonjakan harga batubara membuat sejumlah perusahaan tambang memproyeksikan peningkatan kinerja untuk tahun ini.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengungkapkan, hasil produksi untuk kuartal I 2022 terpengaruh oleh kondisi curah hujan tinggi akibat La Nina yang berlanjut.

"Namun kami mengharapkan dapat mengejar peningkatan 8% hingga 10% produksi di 2022," kata Dileep kepada Kontan, belum lama ini.


Dileep menambahkan, di tengah lonjakan harga batubara ini pun pada umumnya setiap tahunnya pesanan batubara selalu penuh.

Baca Juga: Tarif Royalti Batubara Akan Naik, Ini Kisi-Kisinya

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Indika Energy Tbk (INDY) Ricky Fernando mengungkapkan kenaikan harga batubara berpotensi mendongkrak pendapatan Indika Energy secara keseluruhan.

Apalagi, INDY juga mengalokasikan sebagian produksi untuk pasar spot. "Setiap tahun kami mengalokasikan 15% untuk pasar spot. Selebihnya merupakan kontrak berdasarkan volume," ujar Ricky, Selasa (8/3).

Ricky memastikan, saat ini fokus utama perusahaan yakni dengan mencapai target produksi dimana PT Kideco Jaya Agung sebesar 34 juta ton dan PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU) sebesar 1,8 juta ton.

Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi bilang secara umum perusahaan batubara biasanya melakukan kontrak jangka panjang dengan pembeli.

Baca Juga: Xi Jinping: China Tidak Bisa Begitu Saja Menarik Rem pada Batubara

Selain itu, biasanya harga pun telah disepakati dalam kontrak yang ada. "Dengan tren harga ini tentu mereea juga melakukan negosiasi," terang Redi.

Investor meraup untung

Di sisi lain, tren kenaikan harga batubara ikut mendongkrak harga saham emiten batubara. Kondisi ini berpotensi meningkatkan pundi kekayaan investor.

Antara lain Grup Bakrie melalui PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Asal tahu saja, BUMI memiliki dua anak usaha di sektor pertambangan batubara yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia.

Editor: Noverius Laoli