Pesan bagi penyebar hoaks virus corona: Penjara dan denda Rp 1 miliar menanti Anda!



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para penyebar informasi palsu atau hoaks terkait virus corona jenis baru atau 2019-nCoV terancam hukuman penjara dan denda miliaran rupiah. Dalam dua minggu terakhir, penyebaran hoaks terkait corona meningkat di media sosial.

Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan, setidaknya 54 informasi hoaks terkait virus yang berasal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China itu. "Tiga hari yang lalu kami pantau ada 36, hari ini sudah hampir dua kali lipat konten hoaks dan disinformasi yang disebarkan," kata Menkominfo Johnny G Plate dalam keterangan tertulis, Senin (3/2/2020).

Ia menegaskan, pemerintah akan terus memantau peredaran konten hoaks dan disinformasi, serta melakukan penindakan melalui aparat penegak hukum.


Baca Juga: Sampai hari ini, Kemkominfo temukan 232 hoaks soal wabah virus corona

Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) disebutkan bahwa "Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik".

Jika ditemukan adanya indikasi pelanggaran terhadap pasal tersebut, maka mereka dapat dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 45A ayat (1) UU ITE.

Di dalam pasal itu disebutkan bahwa "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar".

Baca Juga: Viral kabar Pasar Tanah Abang ditutup sementara karena corona, apa benar?

"Kami tak segan lakukan tindakan atas penyebaran hoaks dan mendorong penegak hukum mengambil langkah tegas," kata Johnny Plate.

Politikus Partai Nasdem itu mengimbau, agar masyarakat tidak gampang percaya dengan informasi yang beredar di media sosial. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengecek kebenaran informasi yakni dengan melakukan pengecekan silang dari sumber resmi pemerintah.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie