KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero) tengah menghitung proyeksi kebutuhan listrik dalam 10 tahun ke depan. Hal itu dilakukan sebagai bagian dalam penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang baru untuk periode 2020-2029.
Vice President Public Relations PLN, Arsyadany Ghana Akmalaputri, mengatakan, pihaknya masih melakukan koordinasi dengan berbagai stakeholders di lintas sektor untuk memetakan proyeksi kebutuhan (demand) dan pasokan (demand) listrik yang diperlukan.
Baca Juga: PLN berhasil menyambungkan listrik ke tujuh desa di Pulau Nias Pemetaan supply dan demand tersebut juga melibatkan potensi konsumsi listrik dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), smelter, destinasi wisata prioritas, konsumsi dari penggunaan kendaraan bermotor listrik serta sektor potensial lainnya. "Saat ini masih proses pembahasan dan belum selesai. Masih koordinasi permintaan kebutuhan tenaga listrik untuk semua sektor, (memetakan proyeksi) supply dan demand," kata Arsyadany saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (19/8). Sayangnya, Arsyadany masih belum dapat memberikan gambaran terkait dengan dampak anjloknya konsumsi listrik akibat covid-19, serta efeknya terhadap penyesuaian proyek-proyek ketenagalistrikan di dalam RUPTL. "Secepatnya akan kami informasikan terkait update-nya, sedang proses," sebutnya. Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan bahwa pihaknya memang belum memberikan tenggat waktu bagi PLN untuk mengajukan RUPTL 2020-2029. Saat ini, kata Jisman, pihaknya masih menunggu usulan dari PLN.
Baca Juga: Dwi Guna Laksana (DWGL) jual 1,2 juta ton batubara di semester I-2020 "Masih ada RUTPL 2019-2028 yang berlaku. Apabila PLN melihat perlu revisi, pemerintah menunggu dari PLN," ungkapnya.
Yang jelas, Jisman menegaskan bahwa target bauran listrik dari sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025 harus menjadi prioritas yang harus bisa difasilitasi dalam RUPTL tersebut. "Targetkan 23% di 2025, ini yang perlu dipenuhi oleh PLN," sambung Jisman. Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang juga mengamini poin yang sama. Arthur menekankan bahwa PLN perlu mempertimbangkan keberimbangan pertumbuhan kelistrikan dengan kebutuhan pembangkit dari EBT dan yang berbasis pada energi fosil. Sehingga, RUPTL yang baru mesti merujuk dan selaras dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) Kementerian ESDM. "Pelaku usaha percaya PLN akan lebih arif mencermati situasi pekembangan terkini permintaan tambahan listrik. Jadi seyogyanya akan ada rebalancing, antara EBT dengan sumber energi berbasis fosil, interkoneksi antar sistem," kata Arthur kepada Kontan.co.id, Kamis (20/8).
Editor: Noverius Laoli