Posisi Dolar AS sebagai Mata Uang Utama Dunia Mulai Goyang



KONTAN.CO.ID - LONDON. Persaingan dengan China, dampak dari perang Rusia di Ukraina, dan kericuhan di Washington mengenai plafon utang AS telah menempatkan status dolar sebagai mata uang dominan dunia di bawah pengawasan baru.

Pengasingan Rusia yang dikenakan sanksi dari sistem keuangan global tahun lalu juga memicu spekulasi bahwa sekutu non-AS akan melakukan diversifikasi dari dolar.

Melansir Reuters, di bawah ini adalah beberapa argumen mengapa de-dolarisasi akan terjadi - atau mungkin mengapa tidak.

Cadangan devisa dolar menurun


Menurut data Dana Moneter Internasional, posisi dolar dari cadangan devisa resmi turun ke level terendah 20 tahun sebesar 58% pada kuartal keempat tahun 2022.

Stephen Jen, CEO Eurizon SLJ Capital Limited, mengatakan pergeseran itu lebih terasa jika disesuaikan dengan nilai tukar.

"Apa yang terjadi pada tahun 2022 adalah anjloknya pangsa dolar secara nyata," kata Jen.

Dia menambahkan, kondisi ini adalah reaksi terhadap pembekuan setengah dari cadangan emas dan FX Rusia senilai US$ 640 miliar setelah invasi tahun 2022 ke Ukraina. 

Baca Juga: Bank Sentral Global Menjauhi Dolar, Yuan China Makin Bersinar

Kejadian ini yang telah memicu pemikiran ulang di negara-negara seperti Arab Saudi, China, India, dan Turki tentang diversifikasi ke mata uang lain.

Pangsa dolar dari cadangan devisa bank sentral pada kuartal terakhir tahun 2022 memang mencapai level terendah dalam dua dekade. Akan tetapi pergerakannya bertahap dan sekarang berada pada level yang hampir sama dengan tahun 1995.

Bank sentral menempatkan dana cadangan dalam dolar jika mereka perlu menopang nilai tukar selama krisis ekonomi. Jika mata uang melemah terlalu jauh terhadap dolar, minyak dan komoditas lain yang diperdagangkan dalam mata uang AS menjadi mahal, sehingga meningkatkan biaya hidup dan memicu inflasi.

Banyak mata uang, dari dolar Hong Kong hingga balboa Panama, dipatok terhadap dolar karena alasan serupa.

Baca Juga: China Ingin Memperkuat Hubungan dengan Negara di Halaman Belakang Rusia

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie